klasik

Senin, 21 Oktober 2013

Sebuah Ruang


Bayang terlintas pada papan tak berwarna 
Mengisi kekosongan pada ruang yang hampa
Berjalan di depan panggung kecil benyubin
Tanpa layar tanpa latar
Langkah itu melemah sekejap derapan
Ada yang berpindah tempat
Oh aku salah bukan perpindahan dirinya
Sekedar menarik sebuah kursi berisik
Di samping kiri ada beberapa suara
Obrolan yang pasti menukar semua pendapat
Di sudut lain ada yang tertawa menggempar
Tanpa ragu ataupun malu keluarkan bisingan
Beberapa uang yang kusam terlihat begitu penuh
Tetapi tidak merapikanya, menghitungpun sudah
Sebuah laporan ditanya sang kawan
Kotak-kotak kuning bercampur coklat
Kusuka dikenakanya, terlihat manis  menawan
Canda lain dari coretan dinding
Semua kata masih teringat sama 
Ada yang dimengerti ada pun yang tidak mengerti
Suasana menunggu, dalam sebuah  ruangan kelas 
Bukanlah masih baru, tapi lama sejak dahulu.


Kenapa Ayah



Begitu mudah ia tahu
Ketika kening berkerut gambaran pikirku
Aku tersenyum diluar batinku
Namun ada lain kata dalam hatiku
Aku takut ayah 
Khayal ini ku bawa jauh ke nuansa biru
Cerita tentang hari yang penuh canda
Namun ia tetap akan tahu
Lamunan patungan mampu ia pecahkan 
Mengapa ayah? aku tiadak tahu
Masih tak tahu, bahkan sama sekali 
Ayah, bukalah episode kita kemarin 
Memoriku belum penuh akan di kau 
Gambaran wajahmu ada padanya
Kenapa ayah?
Kenapa harus dirinya, dirinya belum tahu 
Fokusku hilang terbawa debu yang menyapu 
Di balik dataran putih ada hempasan yang lekat
Kenapa lagi ayah?
Jauh, begitu jauh aku mau katakan salah
Aku lamunkan rautan bening
Rindu putrimu ini milikmu ayah, selamanya.

Isyarat di Balik Gerimis


Rintinkan mungkinkah rintikan 
Adakah engkau tahu arti dari butiran bening 
Ada apa di dalam sana 
Ada artikah? Ada kesejukan kah?
Atau ada kekejaman?
Jika masih sekadar titik-titik kecil 
Ingatkan aku dan kamu pada sesuatu 
Bukan hanya satu atau dua
Seperti salah satu ciri sebuah ukuran
Pertama sekadar gerimis-gerimis rindu
Membasahi alam mandikan semua kelana 
Tersentak jangan biarkan siapapun diam 
Tanyakan apapun yang tersimpan melembah 
Adakah jawaban gentar gentarkan hati
Jika jiwa mulai risau jangan isak yang kau uraikan 
Jika imanmu tak kuasa melindungi
Janganlah putus asa yang jadi pemimpin
Jangan sampai terlena dalam kelemahan
Arus besar kan menguasi tubuh

Isyaratpun  datang memberi satu dua maksud 
Namun masih ada yang tak mengerti
Mintahlah memohon untuk tak lama
Cukuplah sekedar basahi tanah yang kering
Jangan sampai menjadikan 
bumi kolam air langit dan membanjir.

Dari Pintu ke Pintu



Dari pintu ke pintu ...
Ku tenteng map biru berisi kertas-kertas putih
Pakaianku rapi berdasi  lengkap terlihat elegan
Ada mimpi yang kucari dan kukejar

Logikaku tak cukup jua untuk sebuah gelar
Itulah kujajah ijazah tak seberapa ini
Lampiran hasil pertempuranku  
di masa kecil hingga remaja
Berharap  pada kursi berdamping 
layar berpuluh menu ku jadi dewasa
Kucangkul asa  dari balik khayalku yang suram
Kelak benderang memancar sinar terang
Adalah kisah sang penjelaja nafkah
Memotret dirinya tuk cari tempat pajang yang tepat
Berharap satu dua mata kan tertarik
Dilengkapi pula lampiran riwayat tuk meyakinkan
Menyimpan kepercayaan akan sang pemilik gambar
Titik-titik masih kosong belum tertanda  tangan
Menanti tintah pekat kan terlukis tak terhapus
Memberi jawaban atas semua pertanyaan-pertanyaan
Meskipun masih dari pintu ke pintu
Keluar dan masuk  tanpa memberi rasa sekalipun

Ujaran tancap kejam tak alihkan tekad
Dihormati tak perlulah, dihargai sudah berarti
Bukan untuk jadi yang teratas atau  ternama
Sekedar wujudkan impian-impian kemarin
Jika kita sama, terimalah seberkas mimpi nyata ini.

Jumat, 16 Agustus 2013

Kahlil Gibran di Cinta

Ketika cinta mengundang Anda, ikuti dia,
Meskipun jalannya sulit dan curam.
Dan ketika sayapnya memeluk Anda menyerah pada dia,
Meskipun pedang tersembunyi di antara ujung-ujung sayapnya bisa melukaimu.
Dan ketika dia bicara padamu percayalah padanya,
Walau suaranya bisa membuyarkan mimpi-mimpimu
bagai angin utara mengobrak-abrik taman.

Karena sebagaimana cinta memahkotai engkau, demikian pula dia kan menyalibmu. Bahkan saat ia adalah untuk pertumbuhan Anda sehingga dia untuk pemangkasan Anda.
Bahkan saat ia naik ke tinggi dan membelai cabang Anda tenderest yang bergetar di bawah sinar matahari,
Jadi ia harus turun ke akar Anda dan kocok mereka dalam mereka menempel ke bumi.

Seperti berkas gandum jagung ia mengumpulkan Anda bagi dirinya sendiri.
Dia threshes Anda untuk membuat Anda telanjang.
Dia mengetam engkau demi membebaskan Anda dari sekam Anda.
Dia grinds Anda untuk putih.
Dia meremas Anda sampai Anda liat;
Dan kemudian dia mengangkat engkau ke api sucinya, bahwa Anda bisa menjadi roti suci untuk pesta kudus Tuhan.

Semua hal ini harus mengasihi lakukan kepadamu bahwa Anda dapat mengetahui rahasia hatimu, dan di dalam pemahaman dia menjadi sekeping hati Kehidupan.

Tapi kalau dalam ketakutan Anda, Anda akan mencari perdamaian hanya cinta dan kesenangan cinta,
Maka lebih baik untuk Anda bahwa Anda menutupi auratmu dan lulus dari cinta pengirikan lantai,
Ke dunia seasonless mana Anda akan tertawa, tapi tidak semua tawa Anda, dan menangis, tapi tidak semua air mata Anda.
Cinta memberikan sia-sia kecuali dirinya sendiri dan mengambil lain hanyalah dari dirinya sendiri.
Cinta memiliki, pun tiada ingin dimiliki;
Karena cinta telah cukup bagi cinta.

Ketika Anda mencintai kau takkan berkata, "Tuhan ada di dalam hatiku," tapi sebaliknya, "Aku berada di dalam hati Tuhan."
Dan berpikir tidak Anda bisa mengarahkan jalannya cinta, karena cinta, jika menemukan Anda layak, mengarahkan program studi Anda.

Cinta tak menginginkan yang lain kecuali memenuhi dirinya.
Tapi jika Anda suka dan terpaksa memiliki berbagai keinginan, biarlah ini menjadi aneka keinginanmu:
Mencair dan menjadi seperti sungai berjalan, yang menyanyikan melodinya bagai sang malam.
Untuk mengetahui rasa sakit terlalu banyak kelembutan.
Untuk terluka oleh pemahaman Anda sendiri tentang cinta;
Dan berdarah rela dan sukacita.
Untuk bangun saat fajar dengan hati bersayap dan bersyukur untuk hari lain mencintai;
Untuk beristirahat di jam siang dan bermeditasi ekstasi cinta;
Untuk kembali ke rumah di senja dengan rasa syukur;
Dan kemudian tidur dengan doa untuk sang kekasih di dalam hatimu dan sebuah lagu pujian pada bibir Anda.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Kahlil Gibran on Love

When love beckons to you, follow him,
Though his ways are hard and steep.
And when his wings enfold you yield to him,
Though the sword hidden among his pinions may wound you.
And when he speaks to you believe in him,
Though his voice may shatter your dreams
as the north wind lays waste the garden.

For even as love crowns you so shall he crucify you. Even as he is for your growth so is he for your pruning.
Even as he ascends to your height and caresses your tenderest branches that quiver in the sun,
So shall he descend to your roots and shake them in their clinging to the earth.

Like sheaves of corn he gathers you unto himself.
He threshes you to make you naked.
He sifts you to free you from your husks.
He grinds you to whiteness.
He kneads you until you are pliant;
And then he assigns you to his sacred fire, that you may become sacred bread for God's sacred feast.

All these things shall love do unto you that you may know the secrets of your heart, and in that knowledge become a fragment of Life's heart.

But if in your fear you would seek only love's peace and love's pleasure,
Then it is better for you that you cover your nakedness and pass out of love's threshing-floor,
Into the seasonless world where you shall laugh, but not all of your laughter, and weep, but not all of your tears.
Love gives naught but itself and takes naught but from itself.
Love possesses not nor would it be possessed;
For love is sufficient unto love.

When you love you should not say, "God is in my heart," but rather, "I am in the heart of God."
And think not you can direct the course of love, for love, if it finds you worthy, directs your course.

Love has no other desire but to fulfill itself.
But if you love and must needs have desires, let these be your desires:
To melt and be like a running brook that sings its melody to the night.
To know the pain of too much tenderness.
To be wounded by your own understanding of love;
And to bleed willingly and joyfully.
To wake at dawn with a winged heart and give thanks for another day of loving;
To rest at the noon hour and meditate love's ecstasy;
To return home at eventide with gratitude;
And then to sleep with a prayer for the beloved in your heart and a song of praise upon your lips.

Senin, 17 Juni 2013

Awalnya aku tak yakin Ibunda tuk mnjdi sorg penyair.. tapi entah knpa aku sllu ingat kta2Mu untukku.. itu tak bisa kungkapkan lgi hnya kuingt krn itu hnya untukku.. smua berubah ktika bnyak yg mnwarkanku dengan pena seribu warna , dan ternyta sbgian org mmbriku harpan untuk berpelangi dilangit yg luass dan hampran smudra yg merata... bukan soal uang ato harta yg kuinginkan,, tpi itu soal kasih syg yg tulus yg perna kuperoleh darimu...
Thank u so much.. u wonderfull theacher n mom for me
""cerita Pagi.....
ku melangkah pelan dan pasti pada lorong tanah tak beraspal. tanah liat yg kian mngkilatkan warnax. sejenak tersentak akan sebuah suara yg merdu tapi tak berima.
'Morning Febhy....' O'oww itu suara WTSku alias warga tetangga sbelah.
'Hallo... Pagi jga Tante' sapaku mncoba yakinkan krmhan ini..
hanya itu ko, tapi hatiku bertanya ko tumben tante pake bahasa inggris, biasax bahasa daerah manggrai + logatx yg sumper duper kental.. kya gini
"Febhy ngo nia e.. (febhy pergi mana e..)" lalu hal ini kucertkan pda sorang gdis mnis yg kbtulan anak tante tadi.
"De.. ko tumben ya mama sapa pake Bing" dgan ssimpul snyum tipis..
"hahahahahahahahahahahahaha..... kta Mama,biar bsa lebih keren"
ooooooppppzzzzzzzzzz.... kalo gtu Excuse me...
.....................................................ceritapun berakhir saat tante melongo dari balik jendela........................................
by : febhy
"ku pikir music itu slamnya modern tapi kali ini kmu mnydarkan aku bhwa clasic itu lbih indah slgi itu bisa mmbuatmu bhgia dan tenang...
tadinya aku berpikir untuk berubah demi mwujudkan kinginan sorang , mnjdi lebih modern, tren, cool dan lbih oklah...tapi itu hanya mmbwaku pda driku yg tak lgi kuknal.. lalu engkau datang membwakan lensa terindah dari profesimu sbagai fotrgafer, mengajakku untuk melihat diriku sndiri dri sbuah lukisan digital dan mlht ke dalm drik lbih dkat.. tak prlu berubah, jdilah dirimu sndiri sprti pa adnya, jika clasic yg mnjdi gmbran drimu jgn pksakan itu brubah ke arah yg lain,tdakah engkau terssat.? krn dlm dirimu ada hal yg luar biasa yg tak u sdari sunggh.. tersenyumlah karna snyumanmu dapat menciptkan sjuta imaji mnjdi lukisan2 clasic yg akan mmchkan suasana modern mnjdi surga dunia yg hlang sjak kmrin....
(Thank u so much for u, u make me can stop to hug and loved my self)... i love u.
.......my sonet tonight..... :)

Selasa, 04 Juni 2013

Gubuk Cahaya


Membawa hayal itu pergi
 jauh dari sisinya
Langkah tak pasti memerah pada
persimpangan gereja tua
Di atas perbukitan yang hijau
ia tertinggal bertahun-tahun lamanya
Menara batu jadi saksi antara
dia dan malaikat tak bersayap itu
Sesungguhnya tangis  bila bicara
penuh tanpa bertanya,
inginkah dirinya?
Sesuatu tentang putih,
sesuatu tentang  hitam
Itu aneka hidup
seorang ibu berkerudung polos
Menekukkan lutut tanpa
menghitung detakan
 Bersujud menyembah
dalam alunan nada-nada lembut
Mengatup  telapak eratkan
jemari mencari hati tuk pejamkan bola indranya
Ada bait-bait kudus yang ia dendangkan,
dayungkan semua permohonan kalbu
Dari singasana sang Ilahi,
ada irama merdu terselubung indah
Menyentuh petakan-petakan
insan dunia yang berteduh
Mencari naungan berharap
peroleh belas kasih  ketulusan
Kapur putih  yang pudar mampu
hadirkan pelangi yang enggan kemari
Dengarkanlah wahai pucuk-pucuk
baru  pada rimbunan dunia
Tak perlu mengelilingi jagad raya mencari
Dia yang dikau butuhkan
Ada gubuk penuh cahaya
di antara semua kerajaan-kerajaan
Di sanalah sang ibu bergaun putih
sederhana menantimu
Sekiranya mampir menyapa
beri pujian syukur tuk semua berkah
Karena kebahagiaanmu terlahir dari sana

Secangkir Teh



Kehangatan itu mengalir
hingga menyentuh hati
Melarutkan semua kepahitan
hingga manis mengecap
Melebur tuangan panas
yang menguap tanpa arah
Pada cangkir pesona
ia berlabu membendung
Membisingkan suara
 tanpa bermelodi dan  irama

Ada kekuatan yang
tersimpan tak membeku
Menyambut pagi ataupun
senja yang kan pergi
dari sederetan bulatan keramik
ada tertulis sesuatu cerita
mungkin tentang kisah
lalu yang tertinggal pada waktu
namun terlukis mati pada
putaran yang tersesat

Tegukan bertahap-tahap
jadikan rasa terlezat
Melampau jauh hingga tak mampu
menahan untuk tak lepas
Boleh saja sekali lagi,
selagi tak ada tangan yang menahan
Butiran-butiran  yang mengkristalpun
mampu memberi  arti
Walau banyak yang tau
pasti itu tak seberapa kecil

Seperti  tekad yang kian
bergejolak  melonjak tinggi
Kularutkan semua jalan
kelak tak menyulitkan semua masalah
Mengecap  erat semua impian
dan harapan dari semua harapan
Bulatkan  setumpuk inginnya hati,
ku letakan pada tumpuan
Karna itulah mimpiku pada
secangkir teh  pagi di  akhir April  

Jumat, 24 Mei 2013

DI BALIK JUBAH PUTIH









Embun basah masih berbau dan terlihat belum mongering pergi. Tak tau lagi, pagi seperti apa yang aku inginkan.  Coba  melawan aliran  dingin yang menhujani tubuh. Semua belum berubah bahkan mungkin takkan berubah.  Menyembah dalam tekukan panjang tak pernah beralih ataupun berbelok arah. Aturan tetaplah aturan, tak bisa kuubah layaknya catur dalam permainan.
                Datanglah suatu pagi yang baru, membawa perbedaan dalam tampilan nuansa biru yang menyejukan, desiran-desiran putih terdengar berbisik meski mengusik. Lalu mampirlah kebekuan tanpa tanya dan candapun mati. Jika Tuhan ingin, Ia akan memanggilku pagi ini untuk medengarkan cerita hatinya, tapi tak semua harus sejalan. Putaran baru siap menjelaja bundaran piring berkaca pada dataran dinding, deringan seiring memberiku satu isyarat untuk segera mengenakan Rok putih panjang dan menjinjing  sekelompok buku-buku berayat suci. Langkahpun tak tertatih  melainkan pasti tuk berjalan menelusuri lorong-lorong tua yang berkeriput.
Tepat pada sebuah deretan bangku aku terhenti, mantapkan hati untuk mulai bertekuk lutut menyerukan nama Tuhan. Melodi merdu mengawali perjumpaanku kepada Tuhan, sebagai hadia terindah untuk waktu yang baru dan hembusan yang masih menginap, kurangkaikan sebuah puisi dalam syair-syair pendek. Banyak hal yang kukatakan  tapi tidak untuk jantungku yang berdetak karenanya. Entah mengapa kuingin hal itu hadir dengan gaya yang lebih klasik.
Hingga usai aku masih ingin berdiam diri dibalik ruang suci tahun 60-an itu. Coba kuhadirkan satu kata yang kusimpan setahun lamanya.
“CINTA”  sebuah kata yang lima tanpa kalimat.
“inilah kata yang ingin kukatakan pada-Mu Tuhan. Ini bukan tentang cinta antara aku, Engkau dan mereka. Tapi, ini tentang cinta antara aku dengan dirinya”
Kata-kata itu terucap perlahan pelan, mengupas hati dengan hati-hati kelak tak menyobek lara yang mantap tuk katakan  semua tentang isi batinku. Aku tahu ini tak mungkin salah setelah refelksi lama yang kujalani. Semuanya tersembunyi  ,cukuplah kalau akau dan Engkau yang tahu tentang semua ini.
Sejenak sebuah kalimat ingin kuucapkan kembali , tiba-tiba ada lain insane yang mengubah semua keheningan dan perbincanganku dengan Tuhan. Sedikit tersentak kecewa namun tak harus kulakukan.
“Kelvin…” It’s my name.
“Kelvin.. waktunya sarapan, aku akan menunggumu di meja makan”
Itu seruan sahabat namanya Jhovan yang sering kusapa sayang dengan nama Jho, bukan sekedar sahabat tapi sahabat seperjuangan yang setianya tak perna padam.
“ya.. aku  akan menyusul” jawabku tak banyak.
Lalu ku akhiri perjumpaanku dengan sebuah janji bahwa kuakan kembali setelah sarapan pagiku selsai, serambiku  katakan juga hari ini harus kudapatkan jawaban pasti.
Kini  kembali  pada kursi tua yang  tlah kutempati  4 tahun lamanya. Inginku disini sepanjang hari , memeluknya dan bersamanya menyisakan waktu. Tapi masih ada yang lain tuk sebuah perpisahan singkat. Tatapanku tak mati tuk pandangi wajah-wajah yang melekat hidup dalam hatiku.
“Vin..”  Panggilan kesayanganku yang sedikit lebai, tapi itulah gambaran kasih sayang sahabat-sahabatku.
“Vin.. Ko pagi-pagi melamun, ada apa ?”
“Woi.. Vin masih pagi kawan , ko melamun?” ada sapa lain dari sahabat semeja, namanya Devan.
“Vin……, hey..”  kali ini dari seorang lainnya juga, Vino yang biasa di panggil No. sahabat semeja yang menyapaku sambil menepuk bahu hingga kutersadar dalam kejutan.
“ Oh hai… Ada apa ?”
“Kamu kenapa Vin ? ini masih sangat pagi, tapi kamu sudah membisu dalam lamunan” ujar Vino lagi dalam senyuman tipis.
“Ia Vin.. Sebenarnya apa yang kamu pikirkan ? Ayolah ceritakan saja kawan”  sambung Devan.
Ada seseorang yang balik menatapku penuh tanya, Itu dia sahabat penaku Jhovan. Tergambar jelas dibola matanya , bahwa ia hampir mengetahui sesuatu tentang apa yang kusembunyikan. Wajar akan hal itu, semua tentang aku ia tahu pasti seperti apa. Namun aku tak lemah tuk mencoba sembunyikan semua itu. Pembicaraanpun kualihkan jauh dibalik suasana putih yang hampir memerah.
“ Ah.. Tidak kawan. Aku sama skali tidak melamunkan apapun, ku hanya  memikirkan tugas yang akan kita  jalankan hari ini. Aku sedikit lelah jadi aku pikir lelahku pasti akan bertambah”
Tak ada tanggapan , wajah-wajah yang kebingunganpun mulai terlukis lembut, namun ada satu yang tak ragu .
“Sudahlah Vin, aku tahu bukan itu yang kamu pikirkan sesungguhnya. Pasti ada hal yang sangat penting. Ayolah ceritakan saja.. kita kan sahabat-sahabatmu. Siapa tahu kita bisa membantumu” ujar Devan dengan pasti dalam nada yang tak lepas.
Aku terdiam tanpa membungkam rasa . kucoba pertahankan kata yang ingin terucap dalam kepalan yang erat. Namun semua masih berpihak kepadaku ,jam makanpun usai dan ku segera  bergegas pergi menjauhi sahabat-sahabatku. Tak peduli seperti  apa responnya dan tak peduli apa tanggapan mereka.
“ Ok. Aku pamit duluan ya.. lain waktu baru dilanjutkan obrolannya”
“Tapi Vin.. “
Ujaran singkat tak lagi ingin kudengarkan . kuberlari sejauh mungkin dari perbincangan hangat itu. Mencari penyejuk tuk redamkan semua rasa yang ingin ku tangisi segera. Kembali ke kamar tidaurku adalah hal terbaik, bukan untuk terlelap tapi untuk merenungi semua yang akan terjadi hari ini.
Lalu menghampiri sebuah buvet tua punyaku, di dalam laci kecilnya ku simpan beberapa lembaran putih  panjang yang tersusun rapi dalam sebuah map biru. Sebelum ku keluar dari ruangan itu, ku luangkan waktuku sedikit untuk mengintip handphoneku, dan ternyata ada sebuah pesan singkat. Penuh penasaran kubuka pesan itu.sebuah tulisan yang menguatkan tekadku.
‘Selamat Pagi.. Aku mencintaimu’
Tidak banyak kata itu, namun yang kuraskan adalah mekarnya hati yang tak bisa terungkap oleh kata yang sama. Rok putih masih kukenakan dan masih terus ingin kukenakan sepanjang hari ini. Lalu kumulai melangkah dengan sedikit senyum pasti, melewati pajangan-pajangan pintuh dari sekian deretan ruang. Hingga tibalah aku pada sebuah pajangan  pintuh yang berukuran lebih besar dari semua yang kulihat.
Langkah terhenti dalam gugupan yang bergetar namun kuatkan hati tuk tetap masuk. Ketukan kedua memberi jawaban yang tegas untukku.
“Ya… masuk!” suara dari balik pintuh.
“Selamat Pagi..”
“Ya.. selamat pagi Kelvin. Mari silakan duduk”
“Terima Kasih banyak”
“Ada apa ? ko pagi-pagi sekali datang menemuiku, ada yang ingin kamu bicarakan?”
“Ia Bapa.. ada yang ingin aku bicarakan dan ini sangat penting”
“Ok silakan.”
“Bapa tak banyak yang akan ku bicarakan dan yang kuinginkan saat ini. Ada satu hal saja  yang ingin ku minta. Sekiranya Bapa bersedia membaca ini”
Sebuah map kusodorkan, dan tidak jauh berbeda dengan sahabat-sahabat , wajah penuh tanyapun tergambar di wajah Bapaku.
Hampir 20 menit lamanya aku menuggu , hingga akhirnya keheningan ruang sepi itupun terpecah oleh suara.
“Kenapa kamu memilih untuk ini Vin ? jujur Bapa sangat kecewa. Kamu tahu kamu yang terbaik tapi entah kenapa dan  karena apa kamu memilih untuk ini. Tapi sungguh akupun tak bisa memaksakan kehendakmu, jika suatu saat kamu ingin kembali pintuhku selalu terbuka untukmu.”
“Terima Kasih Bapa. Terima kasih”
Sebuah tanda tangan , seolah mengakhiri semua itu. Akupun lega dan segera berpamitan dengan Bapaku yang kini merunduk terlihat muram membisu.
“Tunggu..
“Ada apa Bapa.?’
“Engkau tahu, aku tak ingin menahanmu atau memaksamu untuk tetap disini, karena ada satu hal yang tidak kuinginkan hadir di antara kita berdua yakni Kekecewaan. Kejarlah mimpimu yang tak mungkin siapapun megubahnya”
Tak kujawab namun kutersenyum dan kembali memeluknya penuh haru.
                                 Hatiku terasa lega , tak lagi kurasakan sebuah ikatan pasti. Aku berlari penuh riang tanpa kupikirkan lagi perasaan yang akan tertinggal selama bertahun-tahun. Ku kembali kepada kamar kenangan, menyiapkan semua yang harus kubawa pulang. Pesan singkat segera kukirimkan pada pujangga hatiku, dan  melepas handphoneku di atas ranjang lalu berlalu pergi.
Pada persimpangan setapak berjubin kujumpai beberapa sahabat, dan di ujung jalan ku temukan ketiga sahabat yang kucari. Tanpa ragu-ragu kusampaikan sebuah berita yang ceritanyakan berakhir seperti apa lagi.
“ Kawan.. sebelumnya aku minta maaf, mungkin ini terdengar bodoh dan kurang meyenangkan. Tapi sungguh ini tlah kurenungkan sekian lama. Kali ini aku memilih hatiku yang bicara. Aku akan segera pulang, pagi ini Bapa telah menanda tangani surat pengunduran diriku, aku tak bisa berlama-lama menahan diriku tuk tetap tinggal di penjara suci ini. Aku mohon maafkan aku”
Begitu panjangnya kubicara satupun tak kudapatkan jawaban. Dua sahabat berlalu merunduk dari tatapan singkat ini, namun ada satu yang tinggal. Itu sahabat sejatiku.
“Jika engkau tahu akan hatiku, akupun akan melakukan hal sama seperti mereka, namun aku bukan hatimu. Sungguh akupun kecewa sama sperti mereka karena dirimu yang tidak menepati janji kita diawal perjumpaan. Tapi terkadang janji tak selamanya ditepati dan setiap pemikiranpun pasti punya  pilihan. Apapun itu Vin, aku mendukungmu. Kau tahu yang terbaik untuk dirimu dan juga mimpimu di masa depan”
Kata-kata itu menusuk langsung ke detakan jantungku, memberontak tak beraturan mengikuti serambi. Entah bagaimana lagi kujawab dan kujelaskan. Jhovanpun sama , berlalu tanpa kembali menoleh. Dan tanpa kusadari berita itupun tersebar kesemua penjuru Biara suci. Panggilan untukku datang dan meminta agar sedikit perpisahan  harus kuhadiri.  Inilah akhir semua itu , jika ada perjumpaan ada pula perpisahan. Konsisten dengan pilihanku membuatku tak begitu peduli lagi dengan semua kecewa ataupun kesedihan.
Perpisahan itu tak berllangsung  lama diawali dengan pelepasan jubah putih ini hingga semua usai. Begitu banyak ucapan dan kisah yang kutinggalkan, melawan kesedihan dari semua gambaran wajah yang kecewa. Ada beberapa hal yang akan berubah menggantikan posisiku. Namun semua kutahu pasti akan indah pada waktunya.  Dan perpisahan bukan akhir dari segalanya.
                Inilah akhir dari perjalananku di ladang Tuhan. Beberapa koper ku tempakan ke dalam sebuah  mobil yang akan mengantarku pulang. Sahabatku tak terlihat lagi, ada bisikan yang mengatakan bahwa mereka menghujaniku dengan air mata di balik  tirai berwarna. Ada sebuah coretan yang kutinggalkan di atas ranjangku , berisikan sedikit Terima Kasihku.
“ tahukah engkau sahabat, terkadang pilihan membuat kita tak punya alasan untuk pergi. Cintapun demikian. Aku tak perna ingin meninggalkanmu namun kuingin pergi dan biarkan aku pergi. Setiap kenangan dalam perjalanan ini janganlah engkau hapus. Kau sejati untukku meski nanti kita tak saling tatap dan bercanda lagi. Tapi ingatlah aku, aku mohon.  Dan Untuk Tuhanku kuucapkan terima kasih telah mengajarkan aku  akan semua makna ayat-ayat suci itu dan telah membuatku memakai rok. Itu semua indah dan takkan mudah untuk kulupakan, sesungguhnya ku hanya tak ingin mengingkari dan mengecewakan Tuhanku setelah ku bersumpah Pada-Nya. Tetaplah berjuang, doaku kan tetap mengiringi langkahmu”
Gerbang putih berbunga menjadi saksi perjumpaan pada perpisahaan akhir ini, aku hendak menaiki kendaraan abu-abu itu namun suara yang kunantikan memanggilkku. Itulah mereka sahabat-sahabat yang kutunggu. Pelukan berlumur tangisan tak membuatku lepas. Terlalu indah semua episode-episod yang telahku lakonkan. Tanpa acting yang palsu dan ragu. Dalam pelukan deringan handphoneku terdengar  dalam satu nada, terbaca dari luar itu  Bidadariku.
‘Kupikir hubungan kita usai sampai disini, kuputuskan untuk pergi. Bukan ini yang kuinginkan darimu, mengorbankan impianmu hanya untuk cintaku dan hati yang akan mati. Kumohon kembalilah dan jangan perna mencariku lagi’
Sebuah pesan yang sangat memukul  keras dan menusuk tajam memanah tepat sasar. Amarahku meluap ingin kuteriakan semua rasa, benci tak mampu mengubah semua air mata yang kubendungkan. Ada cinta dari dan untuk  hati seorang yang kusimpan di balik jubah putih ini. Dan akhirnya iapun tertinggal bersama jubah yang tlah kulepas. Kembalipun kutak ingin lagi, malu mungkin terungkap sudah namun kecewa berkibar bebas untuk seorang peri yang kucintai. Penyelasan ikut merdeka di hari yang hampir kelabu. Namun penyesalan selalu hadir di belakang, taapi tak mengubahku untuk tetap pulang membawa memori penuh.
Semua itu terdengar semakin bodoh, namun ku katakana inilah takdir hidupku. Menlepas semua mimpi dari semua mimpi. Di tempat suci itulah semua kisahku akan tergambar jelas. Dan kini , di tempatku mengembara aku kini berdasi menempati kursi empuk beroda , dan ku coretkan kembali tentang  cerita di balik Jubah Putih pada masa itu.

(Cerita di pelupuk  senja yang merah di awal bulan baru)
Oleh :” Margareta Febriana Rene”







Senin, 13 Mei 2013

KAYA AKAN JIWA

Kita yang bergumul dengan riuh-rendahnya kehidupan kota tidak pernah menyadari kehidupan yang berlangsung di antara orang-orang desa di gunung-gunung. Kita telah mengacuhkan nyanyi kehidupan pedesaan yang jujur, penuh syahdu, yang merekah di musim gugur, terlelap di musim dingin, memasuki denyut perjalanan alam, lantaran kita terjerembab dalam gemuruh perkotaan ini.

Kita lebih kaya akan emas dan perak, tetapi orang-orang desa lebih kaya akan jiwa. Kita tidak memetik segala yang kita semaikan, orang-orang desa memanen segala yang mereka tebarkan. Kita hanyalah budak keberlimpahan, orang-orang desa menjadi anak-cucu kepuasan sendiri.

Kegersangan jiwa kita dari anggur kehidupan telah bercampur aduk dengan kegetiran dan kenestapaan, kecemasan, dan kelelahan, orang-orang desa mereguk dengan damai manisnya kepuasan hidup

PENASEHATKU


Jiwaku adalah penasehatku yang telah menuntunku untuk mengulurkan pendengaran, kepada suara-suara yang tidak diterbitkan oleh lidah ataupun dikumandangkan oleh tenggorokan.

Sebelum jiwaku menjadi penasehatku aku lumpuh dan pendengaranku samar dan hanya memuntahkan hiruk-pikuk dan makian.

Namun kini, tembang segala zaman yang membumbung ke wajah langit dan menguraikan rahasia-rahasia keabadian telah dapat kusimak dalam syahdu dan dapat kucermati dalam kesunyian.

Nasehat


Carilah nasehat di antara satu dengan lainnya, Saudara-saudaraku, karena ia sanggup menyuguhkan perbaikan atas kesalahan dan pertobatan yang tertolak. Nasehat semua orang akan menjelma perisai di hadapan tiran. Dengan mencari nasehat, sebenarnya jumlah musuh kita seketika berkurang.

"goresan tangan 13 Mei 2013" Sang alang


"ESOK MASIH TERSENYUM"
Sahabat itu impianku.......
Cita-cita itu imajinasiku
Bukanlah hal yang salah memiliki mimpi
Bukan hal yang salah pula mempunyai tujuan
Mimpi bagaikan secarik kertas putih
Tujuan bagaikan sinar
Kesana lah kita berlari...........disalah kita kan menulis
Dan untuk itulah kita hidup
Tapi, terkadang sinarnya terlalu menyilaukan
Membuat kita sulit melihat.........
Sehingga tiba suatu saat kita harus sejenak berhenti
Untuk menghindari sinar yang ada pada kita sendiri.........
bukan mengalah
bukan pula berlari darinya tapi untuk kembali merenung, memaknai
setiap canda, tawa dan air mata yang pernah dilalui.....
Tak ada lagi luka yg dibuat,
tak ada lagi duka Yg menghampiri........resah dan gelisah pun tak ada
HILANG BERSAMA senja digusur pergi..........
Esok Kan Lebih baIK,,,,,esok masih ada senyuman
"SENYUM, TERSENYUM DAN TERUS TERSENYUM"


Mahligai Hidup Sang Gadis Pemimpi

"NHAILA Meylani, asal kabupaten Belu, IPK 4,00, predikat Cumlaude" suara ini membuatku tersedak secara tiba-tiba menggema dalam telinga dan menembus jantungku, aliran darah serasa akan terhenti. 

"Oh Tuhan, aku tak percaya. Aku yakin ini hanyalah khayalanku saja. Jangan biarkan mimpi ini terus mengahantui hati dan pikiranku karena aku tahu dan yakin mimpi itu tak akan pernah menjadi nyata" Batinku dalam hati sambil memejamkan mata. 
Perlahan-lahan ku buka kembali kelopak mataku yang terkatup rapat, namun betapa kagetnya diriku ketika melihat beribu-ribu pasang  mata memandang ke arahku dengan pandangan yang 
penuh kekaguman. 

"Mey, ayo maju" bisik fati sambil menyiku sudut tanganku. "Iya" jawabku sambil melangkah ke panggung bagaikan robot tak berremote, berbagai pikiran berkecamuk dalam hatiku antara senang, sedih dan ragu. Aku masih tak percaya akan hal yang kualami sekarang.  Namun ini nyata, aku tidak sedang bermimpi. 

Aku mulai menyadari bahwa saat ini, di Gedung Olahraga Rai Belu telah terjadi suatu peristiwa bersejarah, dimana 200 orang Ahli Madya Keperawatan lulusan Akademi Keperawatan Nusa Dua dilantik secara resmi oleh Kepala Dinas Kesehatan provinsi NTT dan aku merupakan salah satu dan  satu-satunya yang memperoleh predikat cumlaude dari 200 orang tersebut. Di atas panggung, aku tersenyum bahagia sambil menyalami satu per satu dosen yang duduk di atas mimbar, mereka adalah pahlawanku,pahlawan tanpa tanda jasa. 

Turun dari panggung, mataku langsung menangkap sosok seorang malaikat yang sedang menatap ke arahku sambil memberikan senyuman yang paling indah di dunia dan di balik kesahajaan yang sempurna dalam tatapannya kutemui bulir-bulir semangat  yang rapuh, aku tak mampu menahan tangis bahagia dan spontan kelopak mataku tergenangi oleh air mata sukacita dan ku tahu bahwa malaikat itu pun sedang mengalami perasaan yang sama sepertiku.
                        *
Angankupun terbang ke masa lampau sebelum berdiri tegak di GOR ini, aku adalah seorang gadis rapuh bermodalkan semangat yang tinggi. Terlahir dari keluarga  yang sangat sederhana, ayahku seorang jasa ojek  dan ibuku hanyalah seorang IRT. Aku dan kelima orang saudaraku merasa bahwa kami adalah anak paling beruntung sedunia karena dikaruniai 2 orang tua yang luar biasa berhati malaikat yang selalu setia menuntun dan mengarahkan hidup kami di tengah kerasnya arus hidup. Di dalam kesederhanaan kami adalah keluaraga harmonis yang bahagia karena oleh kedua malaikat, kami diajarkan untuk  senantiasa mensyukuri berbagai peristiwa hidup.  

"Mey, tekunlah belajar nak karena cita-citamu ada dalam genggaman tanganmu sendiri dan hanya kamu sendirilah yang bisa meraihnya" nasihat  ibuku siang itu ketika selesai  mengikuti pengumuman kelulusan tingkat SMP di sekolahku. 

"Iya bu, aku janji akan belajar dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan semua mimpiku" jawabku dengan mantap sambil berlalu ke meja altar untuk berdoa  mensyukuri karunia Tuhan yang kunikmati saat ini. Aku bersyukur karena bisa lulus dengan hasil yang memuaskan yaitu peringkat 1 dari 300 orang siswa. 

Hal yang sama pernah kualami ketika pengumuman kelulusan semasa SD, aku menyadari bahwa Tuhan begitu baik dan luar biasa mencintaiku. Sehingga semua karunia ini bisa kuperoleh, tidak sedikit yang kukorbankan untuk mewujudkannya. 

Sedari SD hingga SMP, Sambil bersekolah, aku membantu menambah penghasilan keluarga dengan  berjualan kue di sekolah ketika jam istirahat. Kutepis semua rasa malu melakukan profesi ganda ini, walau terkadang teman-temanku sering  memanggil dan menghinaku dengan sebutan yang paling kasar yaitu `Gadis penjual kue,tempatmu seharusnya di pasar bukan di sini'. Walau menyakitkan tapi aku senantiasa berbesar hati menerima semuanya karena  kutahu bahwa apa yang mereka katakan  adalah benar adanya, dan kata-kata ini menjadi motivator yang selalu membakar semangatku untuk mewujudkan semua mimpiku dengan terus belajar dengan tekun.

"Ayah bangun, Ayah" lamuanku buyar mendengar jeritan tangis ibu. Aku beranjak menuju kamar ibu dan bagai disambar petir  ketika kutemui  Ayahku  tergeletak kaku di atas ranjang, duniaku serasa berhenti berputar  . Aku sangat marah akan apa yang terjadi dan refleks  kupeluk ayah erat-erat sambil berteriak  sekencangnya memanggil ayah. Kuketuk dengan  sekerasnya kepalaku di dinding rumah, aku tidak percaya akan takdir ini namun aku tersadar bahwa ini adalah nyata, aku telah kehilangan seorang malaikat. 

Beberapa hari lalu ketika bekerja, ayahku mengalami kecelakaan sehingga harus dirawat insentif namun karena keterbatasan biaya, kami memutuskan untuk merawatnya  di rumah. Ternyata keputusan kami salah karena kami tak mampu merawatnya sehingga ia dipanggil pulang oleh Tuhan. Aku mulai menyalahkan dan meragukan kebenaran Tuhan." Apakah Tuhan itu ada? Andaikan Tuhan itu ada mengapa ia tak sayang pada umatnya? Mengapa Ia membiarkan Ayah celaka?" Pertanyaan ini terus bergumul dalam hatiku dan tak kutemui jawaban pastinya  hingga aku tersadar bahwa aku salah, aku mulai menyadari dan menerima bahwa Tuhan lebih menyayangi ayahku dan aku hanya bisa berdoa memohon keselamatan kekal bagi ayah dan ketabahan bagi keluargaku karena aku percaya bahwa sehabis hujan pasti ada pelangi dan di balik semua duka ini ada kado indah yang telah Tuhan sediakan bagi keluarga kami.

Selewat masa duka itu, aku dan keluargaku  mulai kembali membangun puing-puing semangat baru,  kini aku duduk di bangku SMA di salah satu SMA Negeri favorit di kotaku, walau awalnya aku pesimis untuk melanjutkan pendidikan namun dorongan dan motivasi ibu terus membakar semangatku untuk bersekolah. Ibuku mendapatkan bantuan modal untuk membuka usaha kios kecil di rumah kami dan sambil mengelola kios, ibupun menerima titipan cucian dari tetangga. 

Semua ini dilakukan ibu untuk menafkahi dan menyekolahkanku dan kelima adiku. Tidak seperti gadis lainnya, sepulang sekolah aku selalu membantu ibu bekerja dan di sela-sela waktu belajar, kutuang hobi menulisku dalam bentuk puisi dan cerpen dan dikirimkan pada media masa, walau sering ditolak tapi aku terus berusaha menyempurnakan karya-karya hingga akhirnya diterima dan aku dipercaya untuk menjadi penulis tetap dalam sebuah majalah. Ini merupakan berkat yang sempurna karena dari hasil menulis sedikit membantu ibu untuk memenuhi kebutuhan sekolahku

"Nak selamat ya, bapak sarankan  kamu melanjutkan pendidikan ke pulau jawa agar memperoleh pendidikan yang berkualitas" kata bapak kepala sekolah ketika memberikan beasiswa untukku dan kedua orang teman ketika pengumuman kelulusan SMA. 

"Amin, terimakasih banyak bapak" jawabku sambil menyalami dan mencium tangan beliau. Aku tersenyum tapi menangis dalam hati karena menyadari bahwa apa yang beliau katakan  adalah hiburan semata karena tak mungkin aku bisa melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi apalagi melanjutkan pendidikan di luar pulau Timor. Namun keoptimisan ibu untuk menyekolahkanku mampu melawan rasa pesimis yang ada dalam diriku, ibu ingin aku melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan aku pun akhirnya menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di kotaku, ibu bekerja  keras untuk membiayai kuliahku, ia ingin agar aku meraih bintang yang tergantung tinggi di atas langit. 

Ibu sempat menawarkanku untuk kuliah di pulau jawa tapi aku menolaknya dengan tegas walau akupun berkeinginan demikian, namun menyadari situasi dan kondisi keuangan yang tidak mendukung dan menurutku berkualitas atau tidaknya suatu perguruan tinggi, tergantung kita yang bersekolah dalamnya jadi kukuatkan tekad dan mulai menjalani profesi baruku sebagai seorang mahasiswa dengan penuh semangat. Aku tetap menjadi penulis sambilan di majalah untuk menunjang pendidikan dan syukurnya di kampusku terdapat program beasiswa bagi mahasiswa berprestasi sehingga 6 semester berturut-turut, pendidikanku ditunjang oleh beasiswa ini.

Banyak waktu kuhabiskan untuk belajar sampai aku menyadari bahwa ada yang kurang dalam pribadiku yaitu hingga saat ini aku masih belum mampu mencintai orang lain selain ibu dan keluaragaku seperti yang dilakukan oleh muda-mudi pada umumnya, walau terkadang banyak hati yang berusaha mendekatiku. 

Sebenarnya aku berhasrat untuk mencintai dan dicintai tapi takut cinta menjatuhkan cita-citaku. Hingga suatu ketika di malam natal di gereja di kotaku aku berkenalan dengan seorang pria mapan  bersuara indah yang mengagumi kesederhanaanku. Sekian lama pedekate akhirnya aku dan Randy, pria yang jarak usia terpaut 3 tahun denganku ini, berkomitmen untuk menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih dengan berpatokan pada prinsip yang sudah kutanamkan sejak dulu yaitu ` boleh jatuh cinta tapi cita-citaku tidak boleh jatuh karena cinta'. 


Aku mencintai dia seperti mencintai keluargaku sendiri, hubungan kami direstui oleh keluargaku maupun keluarganya walau pada awalnya ibuku tidak menyetujui karena perbedaan status social antara kami. Ia bagaikan langit dan aku bagaikan bumi namun mahligai cinta kami mampu menyatukan langit dan bumi itu hingga suatu ketika aku menyadari bahwa cinta itu telah mengoyakkan jiwaku yang rapuh, aku jatuh dalam godaan cintanya dan kami pun tersesat tak terkendali, dalam rahimku kini telah tumbuh benih kehidupan baru namun  Randy yang 3 tahun menjalin hubungan denganku ini tiba-tiba hilang bagai ditelan bumi. Belakangan kuketahui bahwa ia telah beristri dan aku hanyalah selirnya.
                    **
"Hey Mey, ayo maju lagi" Bisik Fati sambil menyiku dengan keras pada sudut pinggangku. Lamuanku pun buyar dan aku melangkah maju dengan pasti ke depan panggung untuk menerima penghargaan berupa beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 di pulau Jawa. Aku tersenyum bahagia ketika menerima penghargaan itu dan tak terasa air mataku menitik ketika menyalami Kepala Dinas. Turun dari panggung aku berlari menyusuri ribuan pasang mata yang terharu memandangku dan di hadapan sesosok malaikat aku terhenti dan memeluknya erat-erat, malaikat itu adalah ibuku tersayang. "terimakasih banyak Tuhan untuk malaikat yang kau kirimkan bagiku ini." Batinku dalam hati. 

Namun seketika aliran darahku serasa berhenti bekerja karena maliakat itu tak membalas pelukanku, ia menjadi beku bagaikan patung. "Oh Tuhan, ampuni aku karena telah dengan durhaka mengoyakan bulir-bulir semangat malaikatku, aku bahagia saat ini tapi dibalik kebahagiaan itu ada duka yang mendalam. Ibu sang malikatku pergi meninggalkanku bertepatan dengan hari bahagiaku karena leukemia yang dideritanya juga perbuatanku yang telah memberi luka yang amat dalam di hatinya. Apakah aku harus tertawa ataukah harus menangis?" 

Aku tak bisa berhenti tertawa tapi juga tak bisa berhenti menangis hingga semua orang memanggilku sakit jiwa, di sepanjang perjalanan anak-anak memanggil dan menggangguku dengan sebutan orang gila, aku tertawa dan juga menangis namun aku marah hingga kulempari tiap orang yang menatapku, aku kini menjadi GILA karena kedurhakaanku sendiri.

Harapanku


Dirangkai melodi jangkrik
tak bernada,
benak berisi lakon tengah hari
direka ulang memori kecil penuh sesal.
Lolong anjing sahut-menyahut
memilah satu per satu
kisah pahit manis,
mekarkan sepucuk harapan hari esok
"aku ingin lebih baik dari hari ini"

Cerita Pagi


Episode hari baru menyapa,
kala angin pagi melerai mimpi.
Anggukan jalanan aspal berkabut
tanda siap, mengukir sejarah baru.

Anak-anak NUSA mulai berpawai
 jejaki aspal kasar tanpa alas
 berkoar-koar senada SASANDO
 ceraikan mimpi yang berdinas dan berjas

Pada terikan tergantung nasib
mencari bahagia yang terpendam
di KUPANG, KOTA penuh tanya.

Mawar Kotaku


Antara dua bibir aspal bertemu
di atas trotoar zebra berlumut
kau hadir menebar senyum
menyapa pagi berselimut kabut..         
Mawar kota,..kau lambang keindahan..
Masihkah kau tersenyum
di kala panas terik berkabut
asap hitam pekat hadir menyapa?

Siapa?


Remang-remang senja, membias samar.
Bumi flobamora, antara cemas-harap.
Menanti sang fajar, pembawa terang
tuk hari esok lebih baik......
Bumi flobamora, antara cemas-harap.
Siapa?.siapa untuk kami?
Untuk bumi flobamora.

Kau Adalah Duplikat



Bertolak dari sebuah benturan cerita
yang pernah melubangi dan melehkan
darah berbau amis dalam hatiku,
kini aku tahu siapa kau,
juga mereka yg terlahir sepertimu..

kau adalah alarm dan sebagai duplikat
untuk semua mereka yang sama sepertimu..
Selalu menyakiti...

"Pejuang Waktu"


Kalau tiba waktumu,.........
Rupamu seperti bunglon.
Yang putih bersih, kamu pun memutih.
Yang hitam kotor sekalipun adalah kamu.
Walaupun semua hanyalah skenario dari waktumu.
Durasinya pun hanya sebentar. Tidak lama.

Pejuang waktu...kalau tiba waktumu.
Bagimu, tidak ada yang mustahil.
Tumpukan sampah dipinggiran kota,
kau bilang, bisa kau jadikan emas.
Benarkah?. 
Ataukah hanya serangkai janji pemikat...

wahai pejuang waktu....
kalau tiba waktumu dan kamu jadi pemenang,
ingatlah.........
kekuasaanmu adalah waktu.
Durasinya hanya sebentar. 
Tidak lama.      

NTT Sarang Para Penyamun



Bergelora bergejolak membahana
Pecah perang tangis nan pilu
Di antara gubuk anak negeri
Ada yang terluka dan mati
 
Tersiar kabar maha dahsyat
Terdengar berita menyayat sukma
Anak flobamor aktor pembunuh tersadis
Di antara bangsa-bangsa
 
Nusaku, Flobamor...
Tanah tersuci nan keramat
Ternyata mengadung para penyamun
Siap membunuh demi uang, nama dan kedudukan
 
NTT-ku tercinta
Negeri teramat sopan nan santun
Yang menjunjung tinggi nilai religi
Kini terkapar tak berdaya
Terlilit temali para penyamun
Terseret paksa ke pengadilan moral
 
Wahai kamu para penyamun
Yang terlahir dari rahim suci Flobamor
Yang menembak mati orang tak dikenal
Yang menggorok putus leher kelamin familli
Yang mengeroyok tewas saudara sepulau
Kutitipkan pesan singkat lewat puisi ini 
Terkutuklah kalian atas darah para korban
Sebab sesungguhnya kobaran neraka menanti
Di penghujung jalan hidupmu

Penjara Suci


Arang-arang memerah, 
unggun kecil tercipta
Bernyala-nyala dalam persembunyian kelam
Bukan tuk membakar dalam kobaran , 
sekedar kehangatan niatnya 
Memukau semilir sepoi , 
tak sembunyikan sinar terang 

Ada siapa dibalik  tempat tak 
berpenghuni  karena sepi
Sembunyikan pancaran  
berbinar tak melintas tinggi
Seseorang  menunggu lama ,
menepi  pada pagar  tua 
Ada yang dinantikan pada 
kepastian langkah -langkah kecil

Payung kertas kian bening  
menutup pening dari  kerutan kening   
pintuh itu terbuka pasti,
deringan langkah mulai terdengar perlahan
barisan jubah-jubah putih  
menebar senyum-senyum 
yang tersimpul  rapi
tidak rumit tidaklah siapapun terambigu

soneta tak lagi mampu menjerat lidah 
hingga bibirpun bersuara 
lukisan wajahmu putih bersi , 
aku tahu ada puisi-puisi klasik 
yang engkau simpan tenang
bolehkah aku memyuarakan 
tinta beku dalam  intonasi?
dimana kau menetapkan raga, 
katakan .. ku ingin mendengar

"Penjara Suci.. itulah rumahku, 
mampirlah kan ku sugguhi engkau secawan anggur "
Tak terlepas, 
terkubur aku menatap tak lagi berkedip
Sungguh indah seribu kasih 
ada dibalik jubah sang pemilik penjara suci
Ingatlah ia kelak berkelana 
mewartakan keanggungan Tuhanku


Tak Terdengar



Ku harus memulai darimana? entahlah!
Dariku, dari senyumanmu 
ataukah dari kata-katanya
Di antara kita 
ada dinamika cinta yang fantasi
Membawa dalam rekaan semata 
dan lenyap termakan suara

Bagiku kaulah dendang 
sang keriki-kerikil tajam
Menusuk tepat pada 
detakan yang menghidupiku
Jika dua tak mampu kau tegakkan , 
satupun cukup
Tuk damaikan cakrawala 
alam yang kian memberontak

Tak terdengar lagi 
peduli kasih pada yang tertinggal
Tak terdengar lagi 
uluran tangan pada mereka yang terjatuh 
Tak terdengar  lagi 
harapan untuk semua yang rapuh
Tak terdengar lagi 
kau sebut nama yang kuasa pada andalah misimu

Ada yang merenggut dunia 
nyata jadikan dunia maya
Semua terlintas halusinasi sekejap tatap
Rangkai lagi kau tak 
mampu dan aku tahu itu
Kapan dan dimana kau buang 
semua ayat-ayat suci

Hingga  semua terdiam 
memaku mati dirimu yang rusuh
Lihatlah dirimu, 
aku jadi tak mengerti  apa lagi
Merunduk dibalik jeruji merenungi 
tangan dan mata yang salah
Tidak lagi ku bisa , 
ternyata kaulah yang jadikan 
semua tak terdengar kembali