klasik

Sabtu, 20 April 2013

jangan katakan "percuma hijab kelakuan jahat" | tapi berhijablah dan berlakulah baik agar engkau jadi contoh

jangan bilang "percuma shalat masih maksiat" | tapi shalatlah dan taatlah agar engkau jadi teladan

daripada menunjuk-nunjuk dengan tanganmu | lebih baik tunjukkan kebaikan lewat dirimu

pintar mencari kesalahan orang | tak membuatmu otomatis benar

banyak yang berbuat salah | tidak berarti engkau harus ikut-ikutan

"mendingan pacaran tapi hijab, atau hijab tapi pacaran" | syaitan memang pintar berlindung dari kata "mendingan"

tidak ada kata "mendingan" dalam dua kemaksiatan | yang boleh kata "mendingan" dalam dua ketaatan

yang baik dari sesama tentu jadikan contoh | yang jelek dari saudara jangan jadikan penghalang

ketaatan nggak perlu alasan | maksiat nggak perlu legitimasi | toh Allah menghitung amal kita sendiri-sendiri

Senin, 15 April 2013

Minggu




Aku menunggu kian terteggun tak meragu
Sabtu bicara, 
"Ku pikir akulah yang terindah pada hari..
Tidak Sabtuku, 
penghujung waktu sepekan masih minggu yang kunanti
Derai derapan berdering mendetakkan waktu demi waktu
Ada siapa saja dibalik pagi, siang, ataukah malam??
Entahlah.. sekiranya cawan tertanam dalam beningnya suci membaca hati
Air mata kasih menetes pada 
gambaran embun tuk 
membasu jiwa-jiwa yang membara
Gemericik aliran lembut 
hempaskan bebatuan berlumut tipis
Dan seribu pipit bersiul merdu 
bak seruling lagukan nyanyian alam
Lalu ciptaan Tuhan yang mulia 
bergembira serukan kebesaran cinta
Oh Tuhanku..  
betapa mulianya semua ini,
semua itu dan segalanya
Terimalah syukur dan pji-pujianku 
yang kan mengarung jauh 
Kelak syairku menjadi doa 
dalam bisikan-bisikan gerimis

Kubuka Sejarah Lama



Seperti mimpi  terang
Pagi itu datang tanpa mengintip
Risau memisahkan rasa 
dari rasa yang terbila pisau
Bagaimana mungkin 
aku menangis menjerit dalam seduh
Saat semua kata selalu sama saja 
aku kembali pada waktu yang pergi 
Memutar memori buka sejarah lama 
Di sana terukir kisah seribu nyawa
Darah mengalir bak
 sungai bergulir bebas lelap
Kumainkan intonasi 
bersemangat dalam kesedihan 
Darimana datangnya sang penguasa itu 
Menjajah tanpa jiwa, 
hanya raga semakin kekar
Aku benci membaca surat-surat kusam
Aku tak suka janji-janji palsu 
Lihatlah pahlawanku, 
berikan nyawa seutuh hati
Meninggalkan perjuangan dan pergi tanpa pamri
Duniaku lama sudah terjajah, 
terperangkap dalam belitar berduri
Aku terniang mendayung terbawa arus cerita
Sungguh luar biasa bangsaku pahlawanku.* 

Sabtu




Bagaimana dengan Sabtu?
Ada hati yang trus bertanya, Kapan ...?
Kapan aku bisa memiliki Sabtu yang indah..?
Kappa aku bisa merasakan Sabtu pada Senin..?

Bingung tak perlu kuhadirkan pada Sabtu
Semua tentang Sabtu aku tahu banyak yang rindu
Lama sekali adikku manis
Penghujung waktu selain minggu

Adakah cinta yang memerah pada Sabtu?
Ketika memikirkannya aku ingin mematuhinya
Tidak! kata sang malaikat ternama
Sabtu manjakan aku tuk menikmati kepergian lelah

Dari satu hingga enam aku tak ingat selain Sabtu
Dalam coretan setiap abadi aku ingin sabtu hadir
Dari timur hingga barat aku hanya ingat sabtu

Sabtu buat aku pulang saudaraku...
Sabtu buat aku berkumpul bersama keluarga
Sabtu buat aku tinggalkan tempat bertugas sepekan
Terima kasih Sabtuku...



Tak Setatap




Semusim bersemi 
menyemir langit-langit kusam 
Kembali membiru sempurna 
menanti hadirnya purnama 
Sampai jauh kesana 
aku masih ingat sahabat
Jangan ragu ataupun malu 
merayu ombak tuk dayungkan semua masa

Tanganku melambai memanggil semua mata 
Ingin hati menatap ratapan-ratapan seduh ini
Tapi mentari pagi coba pulihkan 
senyumku tuk kembali  memoles lembut 
Pikirmu apa kekasih?

Jangan sekadar engkau tau 
betapa bersedihnya aku
Tanganmu berkeriput 
kian menepuk eratan yang terasa trus mengering
Menahan peri saat merampas  
semak-semak berduri 
Mungkin kakanda tak mengerti 
fikirku tertuju pada siapa di padang menghijau

Dengarlah Duhai pangeran Kasih...
Itu sebuah kisah bukan 
klasik demikianpun sejarah
Itu nyata saat kau berbalik menelaah 
Dia tak setatap dengan 
kedua mata indahmu yang berkaca

Biar ku katakan padamu sang raja 
Sesungguhnya ia setatap 
dengan kedua tumpuanmu 
yang bersepatu
Merunduklah 
bak padi menguning dari tangannya 
Lihat betapa perkasanya 
ia berusaha mencuil nasib 
demi segenggam masa depan

Bukan hanya atau sekedar untuknya seorang
Melainkan aku, dirimu, 
dirinya bahkan mereka yang entah darimana
Berilah senyummu 
meski sepetik deringan gitar bermelodi
Doamu berirama satu nada
PECINTA DUNIA

Mereka berada di dunia mereka sendiri
Tangan menggenggam, kepanikan
Lengah dari kerumunan sekitarnya
Pecinta Dunia mungkin terisolasi

Mereka berada di dunia mereka sendiri
Boros tertawa dan ceria
Dalam perusahaan mencintai satu sama lain
Dunia mereka mungkin telah terisi kesenangan

Mereka berada di dunia mereka sendiri
Menuangkan hujan atau terik bersinar
Sepertinya tidak pernah menjadi semacam pengganggu
Mereka mungkin terikat kebahagiaan dunia

Mereka berada di dunia mereka sendiri
Jarang ditemukan di rumah mereka sendiri
Tampaknya telah mendirikan rumah  sendiri
Mereka mungkin keluar dari dunia ini sangat

Tak Setetap



Semusim bersemi 
menyemir langit-langit kusam
 
Kembali membiru sempurna
 
menanti hadirnya purnama
 
Sampai jauh kesana
 
aku masih ingat sahabat

Jangan ragu ataupun malu
 
merayu ombak tuk dayungkan semua masa


Tanganku melambai memanggil semua mata
 
Ingin hati menatap ratapan-ratapan seduh ini

Tapi mentari pagi coba pulihkan
 
senyumku tuk kembali  memoles lembut
 
Pikirmu apa kekasih?


Jangan sekadar engkau tau
 
betapa bersedihnya aku

Tanganmu berkeriput
 
kian menepuk eratan yang terasa trus mengering

Menahan peri saat merampas  

semak-semak berduri
 
Mungkin kakanda tak mengerti
 
fikirku tertuju pada siapa di padang menghijau


Dengarlah Duhai pangeran Kasih...

Itu sebuah kisah bukan
 
klasik demikianpun sejarah

Itu nyata saat kau berbalik menelaah
 
Dia tak setatap dengan
 
kedua mata indahmu yang berkaca


Biar ku katakan padamu sang raja
 
Sesungguhnya ia setatap
 
dengan kedua tumpuanmu
 
yang bersepatu

Merunduklah
 
bak padi menguning dari tangannya
 
Lihat betapa perkasanya
 
ia berusaha mencuil nasib
 
demi segenggam masa depan


Bukan hanya atau sekedar untuknya seorang

Melainkan aku, dirimu,
 
dirinya bahkan mereka yang entah darimana

Berilah senyummu
 
meski sepetik deringan gitar bermelodi

Doamu berirama satu nada
 
merangkai dalam melodi cinta