klasik

Senin, 13 Mei 2013

KAYA AKAN JIWA

Kita yang bergumul dengan riuh-rendahnya kehidupan kota tidak pernah menyadari kehidupan yang berlangsung di antara orang-orang desa di gunung-gunung. Kita telah mengacuhkan nyanyi kehidupan pedesaan yang jujur, penuh syahdu, yang merekah di musim gugur, terlelap di musim dingin, memasuki denyut perjalanan alam, lantaran kita terjerembab dalam gemuruh perkotaan ini.

Kita lebih kaya akan emas dan perak, tetapi orang-orang desa lebih kaya akan jiwa. Kita tidak memetik segala yang kita semaikan, orang-orang desa memanen segala yang mereka tebarkan. Kita hanyalah budak keberlimpahan, orang-orang desa menjadi anak-cucu kepuasan sendiri.

Kegersangan jiwa kita dari anggur kehidupan telah bercampur aduk dengan kegetiran dan kenestapaan, kecemasan, dan kelelahan, orang-orang desa mereguk dengan damai manisnya kepuasan hidup

PENASEHATKU


Jiwaku adalah penasehatku yang telah menuntunku untuk mengulurkan pendengaran, kepada suara-suara yang tidak diterbitkan oleh lidah ataupun dikumandangkan oleh tenggorokan.

Sebelum jiwaku menjadi penasehatku aku lumpuh dan pendengaranku samar dan hanya memuntahkan hiruk-pikuk dan makian.

Namun kini, tembang segala zaman yang membumbung ke wajah langit dan menguraikan rahasia-rahasia keabadian telah dapat kusimak dalam syahdu dan dapat kucermati dalam kesunyian.

Nasehat


Carilah nasehat di antara satu dengan lainnya, Saudara-saudaraku, karena ia sanggup menyuguhkan perbaikan atas kesalahan dan pertobatan yang tertolak. Nasehat semua orang akan menjelma perisai di hadapan tiran. Dengan mencari nasehat, sebenarnya jumlah musuh kita seketika berkurang.

"goresan tangan 13 Mei 2013" Sang alang


"ESOK MASIH TERSENYUM"
Sahabat itu impianku.......
Cita-cita itu imajinasiku
Bukanlah hal yang salah memiliki mimpi
Bukan hal yang salah pula mempunyai tujuan
Mimpi bagaikan secarik kertas putih
Tujuan bagaikan sinar
Kesana lah kita berlari...........disalah kita kan menulis
Dan untuk itulah kita hidup
Tapi, terkadang sinarnya terlalu menyilaukan
Membuat kita sulit melihat.........
Sehingga tiba suatu saat kita harus sejenak berhenti
Untuk menghindari sinar yang ada pada kita sendiri.........
bukan mengalah
bukan pula berlari darinya tapi untuk kembali merenung, memaknai
setiap canda, tawa dan air mata yang pernah dilalui.....
Tak ada lagi luka yg dibuat,
tak ada lagi duka Yg menghampiri........resah dan gelisah pun tak ada
HILANG BERSAMA senja digusur pergi..........
Esok Kan Lebih baIK,,,,,esok masih ada senyuman
"SENYUM, TERSENYUM DAN TERUS TERSENYUM"


Mahligai Hidup Sang Gadis Pemimpi

"NHAILA Meylani, asal kabupaten Belu, IPK 4,00, predikat Cumlaude" suara ini membuatku tersedak secara tiba-tiba menggema dalam telinga dan menembus jantungku, aliran darah serasa akan terhenti. 

"Oh Tuhan, aku tak percaya. Aku yakin ini hanyalah khayalanku saja. Jangan biarkan mimpi ini terus mengahantui hati dan pikiranku karena aku tahu dan yakin mimpi itu tak akan pernah menjadi nyata" Batinku dalam hati sambil memejamkan mata. 
Perlahan-lahan ku buka kembali kelopak mataku yang terkatup rapat, namun betapa kagetnya diriku ketika melihat beribu-ribu pasang  mata memandang ke arahku dengan pandangan yang 
penuh kekaguman. 

"Mey, ayo maju" bisik fati sambil menyiku sudut tanganku. "Iya" jawabku sambil melangkah ke panggung bagaikan robot tak berremote, berbagai pikiran berkecamuk dalam hatiku antara senang, sedih dan ragu. Aku masih tak percaya akan hal yang kualami sekarang.  Namun ini nyata, aku tidak sedang bermimpi. 

Aku mulai menyadari bahwa saat ini, di Gedung Olahraga Rai Belu telah terjadi suatu peristiwa bersejarah, dimana 200 orang Ahli Madya Keperawatan lulusan Akademi Keperawatan Nusa Dua dilantik secara resmi oleh Kepala Dinas Kesehatan provinsi NTT dan aku merupakan salah satu dan  satu-satunya yang memperoleh predikat cumlaude dari 200 orang tersebut. Di atas panggung, aku tersenyum bahagia sambil menyalami satu per satu dosen yang duduk di atas mimbar, mereka adalah pahlawanku,pahlawan tanpa tanda jasa. 

Turun dari panggung, mataku langsung menangkap sosok seorang malaikat yang sedang menatap ke arahku sambil memberikan senyuman yang paling indah di dunia dan di balik kesahajaan yang sempurna dalam tatapannya kutemui bulir-bulir semangat  yang rapuh, aku tak mampu menahan tangis bahagia dan spontan kelopak mataku tergenangi oleh air mata sukacita dan ku tahu bahwa malaikat itu pun sedang mengalami perasaan yang sama sepertiku.
                        *
Angankupun terbang ke masa lampau sebelum berdiri tegak di GOR ini, aku adalah seorang gadis rapuh bermodalkan semangat yang tinggi. Terlahir dari keluarga  yang sangat sederhana, ayahku seorang jasa ojek  dan ibuku hanyalah seorang IRT. Aku dan kelima orang saudaraku merasa bahwa kami adalah anak paling beruntung sedunia karena dikaruniai 2 orang tua yang luar biasa berhati malaikat yang selalu setia menuntun dan mengarahkan hidup kami di tengah kerasnya arus hidup. Di dalam kesederhanaan kami adalah keluaraga harmonis yang bahagia karena oleh kedua malaikat, kami diajarkan untuk  senantiasa mensyukuri berbagai peristiwa hidup.  

"Mey, tekunlah belajar nak karena cita-citamu ada dalam genggaman tanganmu sendiri dan hanya kamu sendirilah yang bisa meraihnya" nasihat  ibuku siang itu ketika selesai  mengikuti pengumuman kelulusan tingkat SMP di sekolahku. 

"Iya bu, aku janji akan belajar dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan semua mimpiku" jawabku dengan mantap sambil berlalu ke meja altar untuk berdoa  mensyukuri karunia Tuhan yang kunikmati saat ini. Aku bersyukur karena bisa lulus dengan hasil yang memuaskan yaitu peringkat 1 dari 300 orang siswa. 

Hal yang sama pernah kualami ketika pengumuman kelulusan semasa SD, aku menyadari bahwa Tuhan begitu baik dan luar biasa mencintaiku. Sehingga semua karunia ini bisa kuperoleh, tidak sedikit yang kukorbankan untuk mewujudkannya. 

Sedari SD hingga SMP, Sambil bersekolah, aku membantu menambah penghasilan keluarga dengan  berjualan kue di sekolah ketika jam istirahat. Kutepis semua rasa malu melakukan profesi ganda ini, walau terkadang teman-temanku sering  memanggil dan menghinaku dengan sebutan yang paling kasar yaitu `Gadis penjual kue,tempatmu seharusnya di pasar bukan di sini'. Walau menyakitkan tapi aku senantiasa berbesar hati menerima semuanya karena  kutahu bahwa apa yang mereka katakan  adalah benar adanya, dan kata-kata ini menjadi motivator yang selalu membakar semangatku untuk mewujudkan semua mimpiku dengan terus belajar dengan tekun.

"Ayah bangun, Ayah" lamuanku buyar mendengar jeritan tangis ibu. Aku beranjak menuju kamar ibu dan bagai disambar petir  ketika kutemui  Ayahku  tergeletak kaku di atas ranjang, duniaku serasa berhenti berputar  . Aku sangat marah akan apa yang terjadi dan refleks  kupeluk ayah erat-erat sambil berteriak  sekencangnya memanggil ayah. Kuketuk dengan  sekerasnya kepalaku di dinding rumah, aku tidak percaya akan takdir ini namun aku tersadar bahwa ini adalah nyata, aku telah kehilangan seorang malaikat. 

Beberapa hari lalu ketika bekerja, ayahku mengalami kecelakaan sehingga harus dirawat insentif namun karena keterbatasan biaya, kami memutuskan untuk merawatnya  di rumah. Ternyata keputusan kami salah karena kami tak mampu merawatnya sehingga ia dipanggil pulang oleh Tuhan. Aku mulai menyalahkan dan meragukan kebenaran Tuhan." Apakah Tuhan itu ada? Andaikan Tuhan itu ada mengapa ia tak sayang pada umatnya? Mengapa Ia membiarkan Ayah celaka?" Pertanyaan ini terus bergumul dalam hatiku dan tak kutemui jawaban pastinya  hingga aku tersadar bahwa aku salah, aku mulai menyadari dan menerima bahwa Tuhan lebih menyayangi ayahku dan aku hanya bisa berdoa memohon keselamatan kekal bagi ayah dan ketabahan bagi keluargaku karena aku percaya bahwa sehabis hujan pasti ada pelangi dan di balik semua duka ini ada kado indah yang telah Tuhan sediakan bagi keluarga kami.

Selewat masa duka itu, aku dan keluargaku  mulai kembali membangun puing-puing semangat baru,  kini aku duduk di bangku SMA di salah satu SMA Negeri favorit di kotaku, walau awalnya aku pesimis untuk melanjutkan pendidikan namun dorongan dan motivasi ibu terus membakar semangatku untuk bersekolah. Ibuku mendapatkan bantuan modal untuk membuka usaha kios kecil di rumah kami dan sambil mengelola kios, ibupun menerima titipan cucian dari tetangga. 

Semua ini dilakukan ibu untuk menafkahi dan menyekolahkanku dan kelima adiku. Tidak seperti gadis lainnya, sepulang sekolah aku selalu membantu ibu bekerja dan di sela-sela waktu belajar, kutuang hobi menulisku dalam bentuk puisi dan cerpen dan dikirimkan pada media masa, walau sering ditolak tapi aku terus berusaha menyempurnakan karya-karya hingga akhirnya diterima dan aku dipercaya untuk menjadi penulis tetap dalam sebuah majalah. Ini merupakan berkat yang sempurna karena dari hasil menulis sedikit membantu ibu untuk memenuhi kebutuhan sekolahku

"Nak selamat ya, bapak sarankan  kamu melanjutkan pendidikan ke pulau jawa agar memperoleh pendidikan yang berkualitas" kata bapak kepala sekolah ketika memberikan beasiswa untukku dan kedua orang teman ketika pengumuman kelulusan SMA. 

"Amin, terimakasih banyak bapak" jawabku sambil menyalami dan mencium tangan beliau. Aku tersenyum tapi menangis dalam hati karena menyadari bahwa apa yang beliau katakan  adalah hiburan semata karena tak mungkin aku bisa melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi apalagi melanjutkan pendidikan di luar pulau Timor. Namun keoptimisan ibu untuk menyekolahkanku mampu melawan rasa pesimis yang ada dalam diriku, ibu ingin aku melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan aku pun akhirnya menjadi mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di kotaku, ibu bekerja  keras untuk membiayai kuliahku, ia ingin agar aku meraih bintang yang tergantung tinggi di atas langit. 

Ibu sempat menawarkanku untuk kuliah di pulau jawa tapi aku menolaknya dengan tegas walau akupun berkeinginan demikian, namun menyadari situasi dan kondisi keuangan yang tidak mendukung dan menurutku berkualitas atau tidaknya suatu perguruan tinggi, tergantung kita yang bersekolah dalamnya jadi kukuatkan tekad dan mulai menjalani profesi baruku sebagai seorang mahasiswa dengan penuh semangat. Aku tetap menjadi penulis sambilan di majalah untuk menunjang pendidikan dan syukurnya di kampusku terdapat program beasiswa bagi mahasiswa berprestasi sehingga 6 semester berturut-turut, pendidikanku ditunjang oleh beasiswa ini.

Banyak waktu kuhabiskan untuk belajar sampai aku menyadari bahwa ada yang kurang dalam pribadiku yaitu hingga saat ini aku masih belum mampu mencintai orang lain selain ibu dan keluaragaku seperti yang dilakukan oleh muda-mudi pada umumnya, walau terkadang banyak hati yang berusaha mendekatiku. 

Sebenarnya aku berhasrat untuk mencintai dan dicintai tapi takut cinta menjatuhkan cita-citaku. Hingga suatu ketika di malam natal di gereja di kotaku aku berkenalan dengan seorang pria mapan  bersuara indah yang mengagumi kesederhanaanku. Sekian lama pedekate akhirnya aku dan Randy, pria yang jarak usia terpaut 3 tahun denganku ini, berkomitmen untuk menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih dengan berpatokan pada prinsip yang sudah kutanamkan sejak dulu yaitu ` boleh jatuh cinta tapi cita-citaku tidak boleh jatuh karena cinta'. 


Aku mencintai dia seperti mencintai keluargaku sendiri, hubungan kami direstui oleh keluargaku maupun keluarganya walau pada awalnya ibuku tidak menyetujui karena perbedaan status social antara kami. Ia bagaikan langit dan aku bagaikan bumi namun mahligai cinta kami mampu menyatukan langit dan bumi itu hingga suatu ketika aku menyadari bahwa cinta itu telah mengoyakkan jiwaku yang rapuh, aku jatuh dalam godaan cintanya dan kami pun tersesat tak terkendali, dalam rahimku kini telah tumbuh benih kehidupan baru namun  Randy yang 3 tahun menjalin hubungan denganku ini tiba-tiba hilang bagai ditelan bumi. Belakangan kuketahui bahwa ia telah beristri dan aku hanyalah selirnya.
                    **
"Hey Mey, ayo maju lagi" Bisik Fati sambil menyiku dengan keras pada sudut pinggangku. Lamuanku pun buyar dan aku melangkah maju dengan pasti ke depan panggung untuk menerima penghargaan berupa beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 di pulau Jawa. Aku tersenyum bahagia ketika menerima penghargaan itu dan tak terasa air mataku menitik ketika menyalami Kepala Dinas. Turun dari panggung aku berlari menyusuri ribuan pasang mata yang terharu memandangku dan di hadapan sesosok malaikat aku terhenti dan memeluknya erat-erat, malaikat itu adalah ibuku tersayang. "terimakasih banyak Tuhan untuk malaikat yang kau kirimkan bagiku ini." Batinku dalam hati. 

Namun seketika aliran darahku serasa berhenti bekerja karena maliakat itu tak membalas pelukanku, ia menjadi beku bagaikan patung. "Oh Tuhan, ampuni aku karena telah dengan durhaka mengoyakan bulir-bulir semangat malaikatku, aku bahagia saat ini tapi dibalik kebahagiaan itu ada duka yang mendalam. Ibu sang malikatku pergi meninggalkanku bertepatan dengan hari bahagiaku karena leukemia yang dideritanya juga perbuatanku yang telah memberi luka yang amat dalam di hatinya. Apakah aku harus tertawa ataukah harus menangis?" 

Aku tak bisa berhenti tertawa tapi juga tak bisa berhenti menangis hingga semua orang memanggilku sakit jiwa, di sepanjang perjalanan anak-anak memanggil dan menggangguku dengan sebutan orang gila, aku tertawa dan juga menangis namun aku marah hingga kulempari tiap orang yang menatapku, aku kini menjadi GILA karena kedurhakaanku sendiri.

Harapanku


Dirangkai melodi jangkrik
tak bernada,
benak berisi lakon tengah hari
direka ulang memori kecil penuh sesal.
Lolong anjing sahut-menyahut
memilah satu per satu
kisah pahit manis,
mekarkan sepucuk harapan hari esok
"aku ingin lebih baik dari hari ini"

Cerita Pagi


Episode hari baru menyapa,
kala angin pagi melerai mimpi.
Anggukan jalanan aspal berkabut
tanda siap, mengukir sejarah baru.

Anak-anak NUSA mulai berpawai
 jejaki aspal kasar tanpa alas
 berkoar-koar senada SASANDO
 ceraikan mimpi yang berdinas dan berjas

Pada terikan tergantung nasib
mencari bahagia yang terpendam
di KUPANG, KOTA penuh tanya.

Mawar Kotaku


Antara dua bibir aspal bertemu
di atas trotoar zebra berlumut
kau hadir menebar senyum
menyapa pagi berselimut kabut..         
Mawar kota,..kau lambang keindahan..
Masihkah kau tersenyum
di kala panas terik berkabut
asap hitam pekat hadir menyapa?

Siapa?


Remang-remang senja, membias samar.
Bumi flobamora, antara cemas-harap.
Menanti sang fajar, pembawa terang
tuk hari esok lebih baik......
Bumi flobamora, antara cemas-harap.
Siapa?.siapa untuk kami?
Untuk bumi flobamora.

Kau Adalah Duplikat



Bertolak dari sebuah benturan cerita
yang pernah melubangi dan melehkan
darah berbau amis dalam hatiku,
kini aku tahu siapa kau,
juga mereka yg terlahir sepertimu..

kau adalah alarm dan sebagai duplikat
untuk semua mereka yang sama sepertimu..
Selalu menyakiti...

"Pejuang Waktu"


Kalau tiba waktumu,.........
Rupamu seperti bunglon.
Yang putih bersih, kamu pun memutih.
Yang hitam kotor sekalipun adalah kamu.
Walaupun semua hanyalah skenario dari waktumu.
Durasinya pun hanya sebentar. Tidak lama.

Pejuang waktu...kalau tiba waktumu.
Bagimu, tidak ada yang mustahil.
Tumpukan sampah dipinggiran kota,
kau bilang, bisa kau jadikan emas.
Benarkah?. 
Ataukah hanya serangkai janji pemikat...

wahai pejuang waktu....
kalau tiba waktumu dan kamu jadi pemenang,
ingatlah.........
kekuasaanmu adalah waktu.
Durasinya hanya sebentar. 
Tidak lama.      

NTT Sarang Para Penyamun



Bergelora bergejolak membahana
Pecah perang tangis nan pilu
Di antara gubuk anak negeri
Ada yang terluka dan mati
 
Tersiar kabar maha dahsyat
Terdengar berita menyayat sukma
Anak flobamor aktor pembunuh tersadis
Di antara bangsa-bangsa
 
Nusaku, Flobamor...
Tanah tersuci nan keramat
Ternyata mengadung para penyamun
Siap membunuh demi uang, nama dan kedudukan
 
NTT-ku tercinta
Negeri teramat sopan nan santun
Yang menjunjung tinggi nilai religi
Kini terkapar tak berdaya
Terlilit temali para penyamun
Terseret paksa ke pengadilan moral
 
Wahai kamu para penyamun
Yang terlahir dari rahim suci Flobamor
Yang menembak mati orang tak dikenal
Yang menggorok putus leher kelamin familli
Yang mengeroyok tewas saudara sepulau
Kutitipkan pesan singkat lewat puisi ini 
Terkutuklah kalian atas darah para korban
Sebab sesungguhnya kobaran neraka menanti
Di penghujung jalan hidupmu

Penjara Suci


Arang-arang memerah, 
unggun kecil tercipta
Bernyala-nyala dalam persembunyian kelam
Bukan tuk membakar dalam kobaran , 
sekedar kehangatan niatnya 
Memukau semilir sepoi , 
tak sembunyikan sinar terang 

Ada siapa dibalik  tempat tak 
berpenghuni  karena sepi
Sembunyikan pancaran  
berbinar tak melintas tinggi
Seseorang  menunggu lama ,
menepi  pada pagar  tua 
Ada yang dinantikan pada 
kepastian langkah -langkah kecil

Payung kertas kian bening  
menutup pening dari  kerutan kening   
pintuh itu terbuka pasti,
deringan langkah mulai terdengar perlahan
barisan jubah-jubah putih  
menebar senyum-senyum 
yang tersimpul  rapi
tidak rumit tidaklah siapapun terambigu

soneta tak lagi mampu menjerat lidah 
hingga bibirpun bersuara 
lukisan wajahmu putih bersi , 
aku tahu ada puisi-puisi klasik 
yang engkau simpan tenang
bolehkah aku memyuarakan 
tinta beku dalam  intonasi?
dimana kau menetapkan raga, 
katakan .. ku ingin mendengar

"Penjara Suci.. itulah rumahku, 
mampirlah kan ku sugguhi engkau secawan anggur "
Tak terlepas, 
terkubur aku menatap tak lagi berkedip
Sungguh indah seribu kasih 
ada dibalik jubah sang pemilik penjara suci
Ingatlah ia kelak berkelana 
mewartakan keanggungan Tuhanku


Tak Terdengar



Ku harus memulai darimana? entahlah!
Dariku, dari senyumanmu 
ataukah dari kata-katanya
Di antara kita 
ada dinamika cinta yang fantasi
Membawa dalam rekaan semata 
dan lenyap termakan suara

Bagiku kaulah dendang 
sang keriki-kerikil tajam
Menusuk tepat pada 
detakan yang menghidupiku
Jika dua tak mampu kau tegakkan , 
satupun cukup
Tuk damaikan cakrawala 
alam yang kian memberontak

Tak terdengar lagi 
peduli kasih pada yang tertinggal
Tak terdengar lagi 
uluran tangan pada mereka yang terjatuh 
Tak terdengar  lagi 
harapan untuk semua yang rapuh
Tak terdengar lagi 
kau sebut nama yang kuasa pada andalah misimu

Ada yang merenggut dunia 
nyata jadikan dunia maya
Semua terlintas halusinasi sekejap tatap
Rangkai lagi kau tak 
mampu dan aku tahu itu
Kapan dan dimana kau buang 
semua ayat-ayat suci

Hingga  semua terdiam 
memaku mati dirimu yang rusuh
Lihatlah dirimu, 
aku jadi tak mengerti  apa lagi
Merunduk dibalik jeruji merenungi 
tangan dan mata yang salah
Tidak lagi ku bisa , 
ternyata kaulah yang jadikan 
semua tak terdengar kembali 

Teruntai celoteh kata sederhana


Dalam diam aku merindukanmu
Dalam diam aku dendangkan lagu tentangmu
Dalam diam kukubur semua rasa sakit yang membelenggu

Teruntai celoteh kata sederhana
Aku tahu tak seindah syair para pujangga
Atau cerita fiksi penulis maya

Kesunyian..
Terlintas dan mengalir diawal coretan
Sebuah ungkapan perasaan
Tentang hati yang mengharapkan sosok sang pujaan

Sudahlah..
Tak banyak kata yang dapat dituliskan
Aku takut kau kan bosan
Ini hanya tentang kerinduan
Yang kurasakan ditengah kesunyian
Semoga kan kutatap keindahan
Disaat mata terpejam secara perlahan ...