Beatifikasi
19 Oktober 2003 oleh Santo Paus Yohanes Paulus II
Beata Teresa dari Kalkuta adalah seorang yang penuh cinta kasih,
seorang kudus di abab modern ini. Selama lebih dari 45 tahun, ia
berkarya dari India, melayani orang miskin, sakit, yatim piatu dan
sekarat, sementara membimbing ekspansi Misionaris Cinta Kasih yang
pertama di seluruh India dan selanjutnya di negara lain. Konggregasi
Misionaris Cinta Kasih yang didirikannyanya terus berkembang sepanjang
hidupnya dan pada saat kematiannya, ia telah menjalankan 610 misi di 123
negara, termasuk penampungan dan rumah bagi penderita HIV/AIDS, lepra
dan TBC, program konseling untuk anak dan keluarga, panti asuhan, dan
sekolah.
Kehidupan awal
Agnes Gonxha Bojaxhiu (Gonxha berarti "kuncup mawar" atau "bunga kecil"
di Albania) lahir pada tanggal 26 Agustus 1910 di lahir di Skopje –
Albania Kerajaan Ottoman, (Sekarang menjadi negara Republik Macedonia).
Meskipun lahir pada tanggal 26 Agustus, ia menganggap 27 Agustus, hari
ia dibaptis menjadi "ulang tahun"nya. Dia adalah anak bungsu dari sebuah
keluarga di Shkodër, Albania, lahir dari pasangan Nikollë dan Drana
Bojaxhiu. Ayahnya meninggal pada tahun 1919 ketika ia baru berusia
delapan tahun. Setelah kematian ayahnya, ibunya membesarkannya sebagai
seorang Katolik Roma yang saleh.
Sejak kecil Agnes sudah terpesona oleh cerita-cerita dari kehidupan
misionaris dan pelayanan mereka di Benggala India. Pada usia 12 tahun,
ia sudah merasa yakin akan pilihan hidupnya dan memutuskan untuk menjadi
seorang biarawati. Pada usia delapan belas tahun, bulan September 1928,
Agnes masuk Biara Suster-suster Loreto di Irlandia. Ia memilih nama
Suster Maria Teresa sebagai kenangan akan Santa
Theresia Lisieux. Namun karena salah satu biarawati disitu sudah memilih nama itu, maka Agnes memilih menggunakan ejaan Spanyol : Teresa.
Bulan Desember 1928, Sr Teresa berangkat ke India dan tiba di Kalkuta
pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah mengucapkan Kaul Pertamanya pada
bulan Mei 1931, Sr Teresa ditugaskan untuk mengajar di sekolah putri St
Maria, Calcutta. Pada tanggal 24 Mei 1937, Sr. Teresa mengucapkan Kaul
Kekalnya, dan menjadi “pengantin Yesus” untuk “selama-lamanya”. Sejak
saat itu ia dipanggil Ibu Teresa. Ia tetap mengajar di sekolah St Maria
dan pada tahun 1944 diangkat sebagai kepala sekolah.
Meskipun Teresa menikmati mengajar di sekolah, ia semakin terganggu
oleh kemiskinan di sekitarnya. Kelaparan di Benggala 1943 membawa
penderitaan dan kematian ke kota serta kekerasan sektarian antara umat
Hindu dan Muslim pada bulan Agustus 1946 membuat kota itu hidup dalam
keputusasaan dan ketakutan.
Konggregasi Misionaris Cinta Kasih
Pada tanggal 10 September 1946, Teresa mengalami "panggilan" saat
bepergian dengan kereta api ke biara Loreto di Darjeeling dari Kalkuta
untuk retret tahunannya.
"Saya meninggalkan biara dan membantu orang miskin sewaktu tinggal
bersama mereka. Ini adalah sebuah perintah. Kegagalan akan mematahkan
iman."
Pada tanggal 10 September 1946, dalam perjalanan kereta api dari
Calcutta ke Darjeeling untuk menjalani retret tahunannya, Ibu Teresa
menerima “inspirasi”, “panggilan dalam panggilan”-nya. Pada hari itu,
dengan suatu cara yang tidak pernah dapat dijelaskannya, dahaga Yesus
akan cinta kasih dan akan jiwa-jiwa memenuhi hatinya. Ibu Teresa lalu
mengadopsi kewarganegaraan India dan menghabiskan beberapa bulan di
Patna untuk menerima pelatihan dasar medis di Rumah Sakit Keluarga
Kudus.
Pada tanggal 21 Desember untuk pertama kalinya Ibu Teresa keluar-masuk
perkampungan kumuh India. Ia mengunjungi keluarga-keluarga, membasuh
borok dan luka beberapa anak, merawat seorang bapak tua yang tergeletak
sakit di pinggir jalan dan merawat seorang wanita sekarat yang hampir
mati karena kelaparan dan TBC. Setiap hari Ibu Teresa memulai hari
barunya dengan persatuan dengan Yesus dalam Ekaristi, lalu kemudian
pergi dengan rosario di tangan, untuk mencari dan melayani Yesus dalam
“mereka yang terbuang, yang teracuhkan, yang tak dikasihi”.
Setelah beberapa bulan, ia ditemani oleh, seorang demi seorang, para
pengikutnya yang pertama. Pada awal tahun 1949, ia bergabung dalam
usahanya dengan sekelompok perempuan muda dan meletakkan dasar untuk
menciptakan sebuah komunitas religius baru untuk membantu orang-orang
yang "termiskin di antara kaum miskin". Teresa menulis dalam buku
hariannya bahwa tahun pertamanya penuh dengan kesulitan. Ia tidak
memiliki penghasilan dan harus memohon makanan dan persediaan. Teresa
mengalami keraguan, kesepian dan godaan untuk kembali dalam kenyamanan
kehidupan biara. Ia menulis dalam buku hariannya:
“Tuhan ingin saya masuk dalam kemelaratan. Hari ini saya mendapat
pelajaran yang baik. Kemelaratan para orang miskin pastilah sangat
keras. Ketika saya mencari tempat tinggal, saya berjalan dan terus
berjalan sampai lengan dan kaki saya sakit. Saya bayangkan bagaimana
mereka sakit jiwa dan raga, mencari tempat tinggal, makanan dan
kesehatan. Kemudian kenikmatan Loreto datang pada saya. ‘Kamu hanya
perlu mengatakan dan semuanya akan menjadi milikmu lagi,’ kata sang
penggoda... Sebuah pilihan bebas, Tuhanku, cintaku untukmu, aku ingin
tetap bertahan dan melakukan segala keinginan-Mu merupakan kehormatan
bagiku. Aku tidak akan membiarkan satu tetes air mata jatuh karenanya.”.
Teresa mendapatkan izin dari Vatikan pada tanggal 7 Oktober 1950 untuk
memulai sebuah kongregasi, yang kemudian menjadi Konggregasi Misionaris
Cinta Kasih yang mempunyai misi untuk merawat orang – orang "yang
lapar, telanjang, tunawisma, orang cacat, orang buta, penderita kusta,
semua orang yang merasa tidak diinginkan, tidak dicintai, tidak
diperhatikan seluruh masyarakat, orang yang telah menjadi beban bagi
masyarakat dan dihindari oleh semua orang."
Kongregasi ini dimulai dengan 13 orang anggota di Kalkuta, kini telah
lebih dari 4.000 suster menjalankan panti asuhan, rumah bagi penderita
AIDS dan pusat amal di seluruh dunia, dan merawat para pengungsi,
pecandu alkohol, orang buta, cacat, tua, orang miskin dan tunawisma,
korban banjir, dan wabah kelaparan.
Pada tahun 1952, Ibu Teresa membuka Home for the Dying pertama diatas
lahan yang disediakan oleh pemerintah kota Kalkuta. Dengan bantuan para
pejabat India, ia mengubah sebuah kuil Hindu yang ditinggalkan menjadi
Kalighat Home for the Dying, sebuah rumah sakit gratis untuk orang
miskin. Mereka yang dibawa ke rumah tersebut menerima perhatian medis
dan diberikan kesempatan untuk meninggal dalam kemuliaan, menurut ritual
keyakinan mereka masing-masing; Muslim membaca Al-Quran, Hindu menerima
air dari sungai Gangga, dan Katolik menerima Sakramen minyak suci.
"Sebuah kematian yang indah," katanya, "adalah untuk orang-orang yang
hidupnya diperlakukan seperti binatang, mati seperti malaikat - dicintai
dan diinginkan."
Ibu Teresa segera menyediakan tempat tinggal untuk mereka yang
menderita penyakit kusta, dan menyebut tempat ini sebagai Shanti Nagar
(Kota Kedamaian). Para Misionaris Cinta Kasih juga mendirikan beberapa
klinik kusta yang terjangkau di seluruh Kalkuta, menyediakan
obat-obatan, perban dan makanan. Ibu Teresa merasa perlu untuk membuat
rumah bagi anak-anak yang hilang. Pada tahun 1955, ia membuka Nirmala Shisu Bhavan, sebagai rumah perlindungan bagi para yatim piatu dan remaja tunawisma.
Pada tahun 1960-an, Konggregasi ini telah membuka penampungan, panti
asuhan dan rumah lepra di seluruh India. Ibu Teresa kemudian memperluas
pelayanan konggregasinya di seluruh dunia. Rumah pertama di luar India
dibuka di Venezuela pada tahun 1965 dengan lima suster. Selanjutnya di
Roma, Tanzania, dan Austria pada tahun 1968, dan selama tahun 1970,
konggregasi ini membuka rumah dan yayasan di puluhan negara baik di
Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Serikat. Pada tahun 2007, Anggota
Konggregasi Misionaris Cinta Kasih telah berjumlah kurang lebih 450
bruder dan 5.000 biarawati di seluruh dunia, menjalankan 600 misi,
sekolah dan tempat penampungan di 120 negara.
Melayani Dunia
Pada tahun 1982 saat puncak Pengepungan Beirut, Ibu Teresa
menyelamatkan 37 anak yang terjebak di garis depan sebuah rumah sakit
dengan menengahi sebuah gencatan senjata sementara antara tentara Israel
dan gerilyawan Palestina. Ditemani oleh para pekerja Palang Merah, ia
melakukan perjalanan melalui zona perang ke rumah sakit yang hancur
untuk mengevakuasi para pasien muda.
Ketika Eropa Timur mengalami peningkatan keterbukaan di akhir 1980-an,
ia memperluas pelayanannya untuk negara-negara komunis yang sebelumnya
menolak Misionaris Cinta Kasih. Ia selalu tidak terpengaruh dengan
kritik terhadap pendiriannya dalam melawan aborsi dan perceraian serta
mengatakan, "Tidak peduli orang-orang mengatakan apa, Anda harus menerimanya dengan tersenyum dan melakukan pekerjaan anda sendiri."
Ia mengunjungi Republik Sosialis Soviet Armenia setelah Gempa bumi
Spitak 1988 dan bertemu dengan Nikolai Ryzhkov, Ketua Dewan Menteri.
Ibu Teresa bepergian untuk membantu dan melayani penderita kelaparan
di Ethiopia, korban radiasi di Chernobyl, dan korban gempa di Armenia.
Pada tahun 1991, Ibu Teresa kembali untuk pertama kalinya ke tanah
airnya dan membuka Konggregasi Bruder Misionaris Cinta Kasih di Tirana,
Albania.
Pada tahun 1996, ia menjalankan 517 misi di lebih dari 100 negara.
Selama bertahun-tahun kemudian, Ibu Teresa mengembangkan Misionaris
Cinta Kasih untuk melayani yang "termiskin dari yang miskin" di 450
pusat di seluruh dunia. Rumah Misionaris Cinta Kasih pertama yang ada di
Amerika Serikat didirikan di South Bronx, New York. Pada tahun 1984,
Konggregasi ini telah menjalankan 19 pusat pelayanan di seluruh Amerika
Serikat.
Akhir Pelayanan
Ibu Teresa menderita serangan jantung ketika di Roma pada tahun 1983,
saat mengunjungi Paus Yohanes Paulus II. Setelah serangan kedua pada
tahun 1989, ia terpaksa harus memakai alat pacu jantung buatan. Pada
tahun 1991, setelah berjuang melawan pneumonia saat ia berada di
Meksiko, ia menderita masalah jantung lebih lanjut. Ibu Teresa
menawarkan untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai kepala
Misionaris Cinta Kasih, tetapi para biarawati konggregasi dalam sebuah
pemungutan suara yang rahasia, memilihnya untuk tetap menjabat. Ibu
Teresa sepakat untuk melanjutkan pekerjaannya sebagai kepala
konggregasi.
Sepanjang tahun-tahun terakhir hidupnya, meskipun mengalami gangguan
penyakit yang cukup parah, Ibu Teresa tetap mengendalikan kongregasinya
serta menanggapi kebutuhan orang-orang miskin dan Gereja. Pada tahun
1997, para biarawatinya telah hampir mencapai 4000 orang, tergabung
dalam 610 cabang dan tersebar di 123 negara dari berbagai belahan dunia.
Pada bulan Maret 1997, Ibu Teresa memberikan restu kepada Sr. Nirmala
MC, penerusnya sebagai Superior Jenderal Misionaris Cinta Kasih. Setelah
bertemu dengan
Paus Yohanes Paulus II
untuk terakhir kalinya, ia kembali ke Calcutta dan melewatkan
minggu-minggu terakhir hidupnya dengan menerima kunjungan para tamu dan
memberikan nasehat-nasehat terakhir kepada para biarawatinya.
Pada tanggal 5 September 1997 jam 9:30 malam, hidup Ibu Teresa di dunia
ini berakhir. Jenazahnya dipindahkan dari Rumah Induk ke Gereja St.
Thomas, gereja dekat Biara Loreto di mana ia menjejakkan kaki pertama
kalinya di India hampir 69 tahun yang lalu. Ratusan ribu pelayat dari
berbagai kalangan dan agama, dari India maupun luar negeri, berdatangan
untuk menyampaikan penghormatan terakhir mereka.
Ibu Teresa mendapat kehormatan dimakamkan secara kenegaraan oleh
Pemerintah India pada tanggal 13 September. Jenazahnya diarak dalam
kereta yang sama yang dulu digunakan mengusung jenazah Mohandas K.
Gandhi and Jawaharlal Nehru, melewati jalan-jalan di Calcutta sebelum
akhirnya dimakamkan di Rumah Induk Misionaris Cinta kasih.
Ibu Teresa mewariskan teladan iman Kristiani yang kokoh, harapan yang
tak kunjung padam, dan cinta kasih yang luar biasa. Jawabannya atas
panggilan Yesus, “Mari, jadilah cahaya bagi-Ku,” menjadikannya sebagai
seorang Misionaris Cinta Kasih, seorang “ibu bagi kaum miskin”, dan
sebagai simbol cinta kasih kristiani di dunia ini.