klasik

Rabu, 03 Desember 2014

Lirik Dari Sepasang Mata
















Pada sebelah matamu tumbuh taman yang gersang:
Ada ular sebelum mereka melata
Ada pohon luka yang berbuah dosa
Ada sepasang kekasih tanpa pakaian;
kitab-kitab bilang: Adam dan Hawa.
Juga ada sungai yang dulu airnya mengelirkan susu
Iblis sudah tak ada,
Peri pergi bersamanya.
Pada sebelah matamu yang lain ada kota yang gersang;
Orang-orang tinggal di selokan
Buku-buku berdebu di perpustakaan
Tentara-tentara tidak lagi mengangkat senjata;
mereka memegang bunga kamboja.
Tak ada Alim Ulama,
dan pemimpin malah sibuk memuja.
Tapi entah dari mana
pada kedua matamu memancar cahaya
Tapi entah bagaimana
pada kedua matamulah aku meringkuk tak berdaya.
Barangkali dari sepasang matamu
lahir cinta yang terulir sempurna.

Minggu, 19 Oktober 2014

Jelajah pulau FLORES - NTT


labuanbajo
Add caption
labuanbajo


Jelajah pulau FLORES - NTT

Pulau FLORES saat ini sudah mulai ditoleh dunia, setidaknya KOMODO sangat membantu menguak rahasia keindahan pulau FLORES bagi para petualang Naturalis saat ini. Jalan raya sudah cukup baik mulai dari LABUANBAJO kota paling barat pulau Flores hingga kota paling timur ini , LARANTUKA. Sudah saatnya kita mulai menjelajah pulau FLORES .

Add caption



LABUHAN BAJO , Kota nelayan ini adalah pintu gerbang masuk kawasan Taman Nasional KOMODO , baik untuk izin , kapal dan persiapan makanan . kota kecil ini cepat sekali berkambang dalam 10 tahun ini , Menjadi mirip pulau Bali di awal awal tahun 60 - 70 an , dimana para backpacker dunia mulai menjamah Bali yang eksotis . Jangan lupa menikmati sunset dari atas bukit atau cafe di Labuanbajo , luar biasa indah . Pulau KANAWA adalah pulau yang cukup popoler untuk menikmati putihnya pasir di Flores dan biru bergradasi tosca , juga PINK beach , mendakilah ke puncak pulau PADAR , BATU CERMIN .

komodo island
Add caption
komodo island


KOMODO islands . Keindahan bawah lautnya tergolong luar biasa , Komodo pun menjadi ikon yang paling menjual , Binatang purba itu banyak di temui di pulau Rinca , view disana juga sangat menakjubkan
alamnya sangat berbeda dengan Indonesia barat , pantai dan pulau pulaunya juga hebat


Add caption


WAEREBO , Desa purba ini memang mencapainya sedikit memerlukan kemauan tinggi , harus mendaki dari desa yang sangat terpelosok Desa Denge selama 3 jam trekking naik turun gunung, membelah hutan dan menyusuri Jurang , namun disana anda akan disuguhkan arsitektur perkampungan purba yang teramat unik di wilayah timur Indonesia .




RUTENG , kota di ketinggian sekitar 1.500 mdpl ini berudara sejuk , di kota Ruteng kita bisa menyambangi pesawahan Spider web , danau Ranamese dan Liang Bua , Gua purba ditemukannya belulang tua manusia kerdil/ hobbits, juga juga memiliki satu dua desa tradisional .




BAJAWA , Dari Ruteng jalan lintas flores melalui jalur pantai selatan , nampak Gunung Inerie yang menjulang lancip dan terkadang mengepulkan asapnya , sungguh pemandangan yang eksotik , di Bajawa sendiri juga berhawa dingin , pasar traditionalnya banyak terlihat menjajakan Kopi Bajawa Flores yang sudah terkenal di Dunia , belum lagi Sarung Tenunnya yang khas . Jalan menurun pagi hari menuju desa tradisional Bena dan desa tradisional sekitarnya juga destinasi yang jangan sampe tertinggal .



RIUNG , kepulaan 17. adalah gugusan kepulauan lebih kecil dari kepulauan seribu ,konon jumlah pulau pulau kecilnya mencapai 17 buah lebih , memiliki terumbu karang yang lumayan masih baik , ada juga pulau kelelawar yang di huni oleh ribuan kelelawar , konon disana juga memiliki pulau yang dihuni oleh jenis komodo yang agak berbeda , kepulauan 17 ini memiliki pantai bersih yang putih dan landai pantai yang bergradasi membiru.



KELIMUTU , Terletak di dekat kota Ende , gunung yang kawahnya memiliki 3 warna berbeda sudah menjadi daya tarik turis mancanegara sejak lama , mereka rata rata bermalam di desa Moni , desa kecil yang memiliki beberapa desa tradisional , berudara dingin dan sejuk . Meningmati matahari terbit di KELIMUTU sensasinya mirip engan matahari terbit di Bromo, sedari gelap gulita dipuncak hingga renjana diufuk mulai terlihat, matahari terbit menyibak awan menyelimuti puncak gunung tersebut , sehingga terlihat membentang 3 kawah dihadapan kita , sunggu mempesona !!!



LARANTUKA , kota paling ujung timur pulau Flores ini berhadapan dengan kepulauan Alor Solor yang memiliki beberapa gunung berapi yang cukup aktif , Ile mandiri , Ile Boneng dan Ile Api, luar biasa view disana . Larantuka sendiri setiap tahunnya mengadakan Pesta Paskah arak arakan , seperti acara acara di Italia , membawa patung Bunda Maria berarak di selat Adonara .



Saya yakin masih banyak destinasi lainnya yang cantik cantik namun terlewat oleh kami , sepertinya desa Aimere yang disepanjang jalur selatan banyak masyarakat Rote memasak Minuman air keras khas Flores, juga Desa    dimana ibu rumah tangganya semua bertenun ikat .

Jumat, 12 September 2014

"" Jadi, apa yang bisa saya katakan ketika saya tahu bahwa Anda benar-benar membuat saya merasa lebih baik, Anda jelas kesedihan saya dan dicat hidupku dengan matahari pelangi, Tuhan Saya sangat tersentuh dengan orang-orang yang saya bertemu minggu lalu. Nya dari jauh, dan ketika aku membantunya saya tidak pernah berpikir tentang apa-apa, saya hanya berpikir untuk membantu dia dengan hati saya. Dan ketika ia pergi ke perjalanannya Aku tahu bahwa ia tidak pernah lupa saya dan itu benar. Ini adalah salah satu cerita untuk hidup saya, kisah nyata. Saya ingin membuat diri saya selalu percaya bahwa planet bumi berubah perlahan-lahan dan suatu hari aku tahu aku akan bertemu dengannya lagi. Negara romantis akan membantu saya untuk menulis banyak puisi dan cerita tentang cinta, persahabatan dan beberapa pertemuan.
"Taman-taman dan bunga, bulan dan bintang, hati dan jiwa, memiliki cara untuk membawa orang bersama-sama. Kami selalu memiliki waktu yang baik untuk membuat hidup ini berbeda dan indah

Minggu, 17 Agustus 2014

ASAL - USUL SUKU BELU

Belu merupakan salah satu kabupaten yang terletak di pulau Timor/Nusa Tenggara Timur yang  berbatasan  langsung dengan negara Timor Leste. Luas Kabupaten Belu 2445,6 km2.
Ibu kota kabupaten Belu, Atambua sebuah kota kecil yang terletak 500 meter diatas permuksaan laut. Jarak Kupang dan Atambua lebih kurang 290 km.
Konon  nama Atambua berasal dari kata Ata (Hamba), Buan (Suanggi/tukang sihir). Dari legenda diceriterakan adanya hamba yang berani berontak dan melepaskan ikatan tangan (borgol) sehingga tidak terjual lewat pelabuhan Atapupu, dan  malahan  akhirnya  menyingkir saudagarnya. Nama kota ini kembar dengan Atapupu (pelabuhan terletak 24 km arah utara Atambua) dari kata Ata (hamba) Futu (ikat) yang berarti hamba yang diikat siap dijual.
Masyarakat Belu yang terdiri dari beberapa suku bangsa memiliki pelapisan sosialnya sendiri. Sebagai contoh masyarakat Waiwiku dalam wilayah kesatuan suku MaraE. Pemegang kekuasaan berfungsi mengatur pemerintah secara tradisional, pelapisan tertinggi yaitu Ema Nain yang tinggal di Uma Lor atau Uma Manaran,  mereka adalah raja. Lapisan berikutnya masih tergolong lapisan bangsawan (di bawah raja) yaitu Ema Dato, kemudian lapisan menengah Ema Fukun sebagai kepala marga. Lapisan terbawah dan hanya membayar upeti dan menjalankan perintah raja, bangsawan maupun lapisan menengah disebut Ema Ata (hamba). Pada masyarakat MaraE lapisan social tertinggi disebut Loro.
Mata pencaharian orang Belu tidak beda dengan  masyarakat TTU, dan TTS, yaitu menanam jagung, umbi-umbuan, kacang - kacangan dan sedikit pertanian padi, serta bertenak sapi, babi. 
Salah satu dari sekian kebudayaan daratan Belu adalah Tarian Likurai, yang pernah memukau warga ibukota Jakarta di tahun 60-an.
Tarian Likurai dahulunya merupakan tarian perang, yaitu tarian yang didendangkan ketika menyambut atau menyongsong para pahlawan yang pulang dalam perang. Konon, ketika para pahlawan yang pulang perang dengan membawa kepala musuh yang telah dipenggal (sebagai bukti keperkasaan) para feto (wanita) cantik atau gadis cantik terutama mereka yang berdarah bangsawan menjemput para pahlawan dengan membawakan tarian Likurai. Likurai itu sendiri dalam bahasa Tetun (suku yang ada di Belu) mempunyai arti mungasai bumi. Liku artinya menguasai, Rai artinya tanah atau bumi. Lambang tarian ini adalah wujud penghormatan kepada para pahlawan yang telah menguasai atau menaklukkan bumi, tanah air tercinta.
Tarian adat ini ditarikan oleh feto-feto dengan mempergunakan gendang-gendang kecil yang berbentuk lonjong dan terbuka salah satu sisinya dan dijepit di bawah ketiak sambil dipukul dengan irama gembira serta sambil menari dengan berlenggak-lenggok dan diikuti derap kaki yang cepat sebagai ekspresi kegembiraan dan kebanggaan menyambut kedatangan kembali para pahlawan dari medan perang. Mereka mengacung-acungkan pedang atau parang yang berhias perak. Sementara itu beberapa mane (laki-laki) menyanyikan pantun bersyair keberanian, memuja pahlawan.
Konon kepala musuh yang dipenggal itu dihina oleh para penari dengan menjatuhkan ke tanah. Proses ini merupakan penghinaan resmi kepada musuh. Selain itu para pahlawan tadi diarak ke altar persembahan yang sering disebut Ksadan. Para tua adat telah menunggu di sini dan menjemput para pahlawan sambil mencatat kepala musuh yang dipenggal itu serta menuturkan secara panjang lebar tentang jumlah musuh yang telah ditaklukkan sampai terpenggal kepalanya diperdengarkan kepada khalayak ramai untuk membuktikan keperkasaan suku Tetun.
Pada masa kini, tarian tersebut hanya dipentaskan saat menerima tamu-tamu agung atau pada upacara besar atau acara-acara tertentu. Sebelum tarian ini dipentaskan, maka terlebih dahulu diadakan suatu upacara adat untuk menurunkan Likurai atau tambur-tambur itu dari tempat penyimpanannya.
Dalam Tulisan ini , kita hendak menyelidiki sekedarnya soal asal-usul suku Belu, yang menghni hampir seluruh Kabupaten Dati II Belu. Suku Belu ini berbahasa Tetun, suatu bahasa yang sederhana dan mudah untuk di mengerti. Bahasa Tetun ini mempunyai persamaannya dengan bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia ini. Tetapi mengenai bahasa Tetun ini kita akan bicarakan sendiri. Disini kita akan bataskan diri pada pokok: Asal-usul Suku Belu.
Bagian pertama kita akan uraikan sebagai berikut:
Ø  “Asal-usul orang Belu menurut cerita-cerita yang diwariskan sampai sekarang di daerah Belu,” kemudian kedua:
Ø  “ Asal-usul orang Belu menurut penyelidikan sarjana-sarjana Imu Bangsa-bangsa dan penyelidikan lainnya.
I.            Asal-usul orang Belu, menurut cerita-cerita yang diwariskan sampai sekarang di Daerah.
MALAKA adalah : tanah asal-usul Belu. Sedari masih kecil bila kita mendengar makoan-makoan dan orang tua-tua atau pemuka adat membawa syair Tetun HOLA LIA NAIN, maka kita sering mendengar SINA MUTI MALAKA LARANTUKA BABOE. Bila mereka menyebut nama ini, tiap orang terus tahu, yang dimaksutkan ialah : Tanah Asal Nenek Moyang Beluyang dulu berlayar dari Malaka, meninggalkan tanah airnya dan mencari tempat baru untuk dihuninya. Nenek oyang suku Belu dari Malaka dalam pelayarannya ke Timor, melalui Larantuka.
Berikut ini adalah kumpulan bermacam-macam cerita dari makoan-makoan dan pemuka-pemuka adat di wilayah Belu, baik berasal dari Belu utara maupun dari Belu Selatan. Ini di kumpulkan oleh R.B.A.G. VROK LAGE SVD (±1952) dalam kerjasama dengan para makoan dan beberapa guru, antara lain Bupati Daswati II Belu sekarang (hingga tahun 1968) A.A BERWE TALLO, yang mahir berbahasa Belanda dan bertugas sebagai penterjemah untuk P. VROK LAGE.
1.      Menurut  Makoan-makoan dari FATUARUIN:
Mula-mula dating nenekmoyang tiga bersaudara dari Malaka Likansala melalaui Larantuka (Flores) terus ke Kupang, dari dari Kupang ke Fatumea melalui Hali knain Kalilin dan terus ke Marlilu. Nama ketiga nenek bersaudara itu : NEKIN MATAUS ke Likusaen, SAKU MATAUS ke kerajaan Sonbai, dan BARA MATAUS tinggal di FATU ARUIN.
2.      Cerita kedua berasal dari DIRMA:
Menurut makoan disitu : Bei Taeko yang bertempat tingal di Malaka mengirim tiga orang anaknya lelaki yang berlayar dengan kapal ke Timor, bersama dengan pengikut-pengikutnya. Dari Sinamuti Malaka mereka berlayarmelalui Betawi dan Batavia, Kalaban atau Kalabahi, Larantuka-Flores, Babo-Dilly parasa terus ke Boonaro. Mereka lalu ke Fatumea Raioan atau daerah Portugis. Ketiga putra itu bernama : LOROSANGKOE, LOROBANLEO, dan LORO SONBAI. Yang pertama tinggal di Debululik atau Welaka, yang ke dua di sanleo atau Dirma, dan yang ketiga ialah LORO SONBAI, terus kebagian barat timur ialah kebagian Dawan. Kemudian membawa lima orang yang dianugerahkan Tuhan: HARE LOROK, BATAR LOROK, MELI (AIKAMELIN), LOROK dan BUI LOROK serta TORA LOROK.
Kelima orang tersebut di tanam hidup-hidup dalm tanah ke sampai Timor. Dalam tempo beberapa hari saja tumbuhlah jagung, padi dua maca, jewawut atau tora, kayu cendana atau aikamelin, di kebun-kebunnya. Kesimpulannya dan cerita ini ialah jagung, padi, kayu cendana, jewawut, dibawah oleh nenek moyang itu dari tanah asal Sinamuti Malaka, dan kebun tempat lahan pertanian bagi kelima orang itu namanya TOOS KUKUN.
3.      Dari NAETIMO:
Menurut makoan-makoan dari Naetimo nenek moyang pertama asalnya dari Sinamuti Malaka, melalui Larantuka atau Larantuke, Bauwoe, Parasa atau Timor Dili terus ke Lakaan dari situ terus ke Nainait. Di nainait mereka menetap. Nenek moyang itu bernama AGON dengan isterinya LURUK. Mereka mempunyai anak, dan anak-anak itu membentuk Fukun Hat atau Uma Hat yakni: Empat suku yang terkenal dengan nama RIN BESI HAT, UMA KAKALUK KMESAK, UMA FUTUHUR, UMA SUKUR SOU, dan UMA DIN DULUR. Nenek moyang pertama menemui suku asli Belu yakni : MELUS di Naijait.
4.      Dari DAFALA:
Menurut Dato Katuas Tafala atau nenek moyang TITUS MORUK, nenekmoyang pertama itu dating dari Sinamuti Malaka melalui Ninobe Raihenek atau Makasar, terus ke larantukadan Bauwoe sebuah tempat di Larantuka. Tapi sebelum ke Larantuka mereka dari Makasar melalui Palu Kusu atau dekat dengan kepulauan Kei, pulau loi, pulau Abe, dan pulau Kae atau Kei. Mereka mendarat di Hale, LeonSumamar di dekat Timor Dilimereka lantas menyusur Mot aloes atau sungai Loes, terus Ke Siata mauhalek di Lasiolat. Berjalan terus ke ren Lakmau, dari situ terus Tua Lasi-Lasi Olat baru kemudian terpencar keseluruh Belu. Nenek moyang pertama umumnya mendarat dibahagian pantai utara Belu. Dikatakan pertama nenek moyang itu keluar dari batu, ini dimaksudkan mereka bertempat tinggal dalam gua-gua batu ketika belum diperdirikan rumah-rumah yang baik pada saat pertama kali orang di Belu, yang sama seperti cerita makoan-makoan di Dirma.
Kedua nenek moyang pertama yang terkenal sebagai Bot Leten dan Bot kraik ialah Bei Lelar dan Bei Seran Taek, yang punya anak-anak para Lelar dan Abu Lelar serta Asa Taek dan mau Taek.
5.      Dari LASIOLAT:
Menurut makoan-makoan yang mula-mula menghuni daerah Fialaran-Lasiolat sebelum kedatangan nenek moyang suku Leowes dan Asutalin dari Malaka ialah suku Melus, nenek moyang yang pertama orang Melus bernama LERA BAUK  dengan istrinya bernama LENA BAUK. Mereka dianggap penduduk sli Belu sebelum datangnya suku Belu dari Malaka. Suku-suku yang datangnya dari Malaka ialah suku Leoklaran, suku Leowes, dan suku Asutalin. Dari Sinamuti Malaka mereka berlayar terus ke Larantuka –Bauboe, terus ke Hasan Maubesimendarat di Weto ke Lakaan dan dari situ ke Mota Weluli Mauhalek. Mereka menemukan seorang Melus pertama yang mendirikan rumahnya di Nawan Ruas, Aufatuk. Disebut Aufatuk karena rumahnya terbuat dari bambu dan batu. Pemuda-pemuda suku Leowes mengawini gadis-gadis dari suku Loro Bauho, bernama Balok Lorok dan Ello lorok. Mereka lalu pindah dengan anak-anaknya ke Dualasi dimana orang-orang Melus dan Asutalin sudah lebih dahulu membuat kampungnya. Dualasi kemudian mendapat nama Dualasi Sosebauk. Orang-orang pertama yang mendarat di Timor ialah Luli Luan dan Lete Luan. Asutalin juga kemudian mendarat di pantai selatan Belu. Tempatnya yang lain ialah Aidikur dari situ juga mereka ke Lakaan dan terus ke Dualasi.  Dari malak Asutalin bawa serta anjing. Suku Asutalin haramm makan daging anjing dan tidak membunuhnya.
Nenek moyang suku Leoklaran dating lebih dahulu dari suku Leowes, dan Asutalin dan mengalahkan suku Melus ke Tasimane lainnya dibunuh dan hanyut terbawa arus. Yang sisanya masih ada di Haliren, Aikamelin, rend an Motaain. Dalam mengalahkan suku Melus itu ada kerjasama dengan suku Leowes yang datang kemudian itu. Setelah suku Melus itu diusir dan dikalahkan oleh suku Leoklaran dan Leowes mula saling berebut kekuasaan ini, suku Leowes yang kemudian yang akhirnya menduduki tahta dan berkuasa sebagai raja diFialaran sampai kini. Caranya ialah bukan saling memerangi, melainkan dengan menguji ketangkasan dan kecerdasan saja. Siapa yang cepat makan ialah yang berkuasa dan waktu nenek moyang Leowes pergi mencari musang dihutan, nenek moyang Leoklaran disuruh memanjat pohon, dibawah pohon tertancap tombak mas, oleh nenek moyang Leowes. Entah bagaimana jadinya nenek moyang Leoklaran jatuh dari pohon dan persis perutnya tertikam pada tombak mas tadi, dengan itu nenek moyang Leowes yang berkuasa . Namun selanjutnya hubungan antara suku Leowesa dan suku Leoklaran , pun sampaikini tetap erat lebih dipererat oleh perkaeinan antara dua suku.
6.      Dari ASUMANU:
Menurut makoan dari Asumanu nenek moyang pertamanya datang dari Malaka dengan sebuah kapal namanya Batarian, mendarat dipuncak Lakaan yang merupakan daratan yang muncul waktu itu dari air (agaknya yang lain masih merupakan tempat yang masih digenagi air laut). Kapten kapal itu namanya Mangelains, apakah itu yang dinamakan dengan Magelhaens??
7.      Dari AITON:
Menurut makoan-makoan dari Aitoun nenek moyang pertama datang dari Sina Mutin Malaka dengan tiga buah kapal:
a.       Kapal yang dijuluki dengan Ro Manu Lain, Biduk Manu Lain.
b.      Rokfautahan, Biduk Kfautahan
c.       Ro Mara Does, Biduk Mara Does. Tempat lainnya disebut HeranBa weluli, Aitoun rua mane, Foho sabu Lakan kaisahe.
8.      Dari MAUMUTIN:
Makoan-makoan maumutin menceritakan tentang asal-usulnya bahwa nenek moyang pertama datangnya dari Sina (Siam/birma) dan dari Sina Mutin  Malaka Melalui Larantuka Baboe, lamahala (Adonara) Lamahera (lomblen) terus ke Kamera (dekat Timor Dili). Kemudian kembali ke Lamalera untuk mengambil istri dari sana. Kemudian mereka kembali lagi ke Sina Mutin Malaka karena tidak dapat istri di Lamalera. Dimalaka mereka dapat memperoleh istri dengan kayu cendana yang dibawanya. Di Maumitin sendiri kayu cendana tidak ada karena itu kemudian nenek moyang pindah ke Maukatar didaerah bagian portugis . Untuk memperingati nenek moyang yang datang dengan tiga kapal itu, didirikan tiga foho (tugu kecil) : Foho Liurai, Foho Tahan Leki Bauk Leowalu.
9.      Dari LIDAK:
Nenek moyang datang dari Sina MUtin Malaka melalui Larantuka Baboe We bau, Asufuik, Maubesi, Wehali lalu terus ke Lidak. Sumber lainnya menggatakan mereka mendarat dipantai utara Timor di Timor Dili Parasa. Dari Parasa mereka juga membawaair dan ketika mereka mendarat direceki tempat itu denga air. Mereka hanya mengetahui bahwa orang melus bertempat tinggal di  Silawan. Kemudian menyusul lagi beberapa suku yang kelak akan berkuasa di Belu. Mereka datang dari Malaka nenek moyang ada tujuh pasang, empatnya tinggal di Malaka tiganya berlayar ke Timor melalui Larantuka-Bauboe, satunya tinggal di Fatumea, kedua tinggal di Leowalu (dimarae0 dan yang ketiga tinggalnya di Motaain, namanya Dasi Bada Rai.
10.  Sabu Mau-Belu Mau dan Timau:
Adalah suatu yang sangat populer dikalangan penduduk Belu dan Sabu Rote ialah mengenai asal-usul mengenai nenek moyang suku Belu dan Sabu Rote. Demikian sudah dari kecil kami sudah mendengar cerita tentang Belu Mau, sabu Mau, dan Ti Mau dari orang tua dan kakek kami. Ketiga nenek ini adalah beradik kakak. Sabu Mau dan Ti Mau bersama dengan seluruh keluarganya berlayar dengan kapal ke Timot dan mendarat di bagian utara Belu yakni di teluk Gurita (di Atapupu) yang turun kedarat untuk mencari tempat tinggal baru di daerah Belu sekarang ialah Belu Mau dengan keluarganya. Sedang kedua nenek Sabu dan Ti Mau berlayar terus kearah barat Timor, menyususr pantai untuk mencari tempat tinggalyang baru dan tempat dan untuk di milikinya. Tapi sebelum ketiganya berpisah, diadakan perjanjian berikut : “Bila kelak mereka bertemu kembali atau anak-anak maupun turunan mereka, tidak boleh saling mengawini, tidak boleh saling berperang, saling mnerima dan menganggap sebagai kakak-beradik atau saudara-saudari sekeluarga saja”.  Perjanjian ini masih di ingat samapai dengan saat ini, meskipun masih ada praktek kawin mwin sudah sering terjadi antara suku Belu dan suku rote. Untuk saling memerangi atau berkelahi sampai sekarang ini, masih tetap dihindarkan mengingat perjanjian ketiga nenek bersaudara tadi.
II.            Asal-usul suku Belu (Sabu – Rote) menurut penyelidikan
Ahli-ahli Ilmu Bangsa-bangsa dan Ahli-ahli lainnya.
Sudah banyak ahli-ahli yang menyeliki suku Belu (dan Rote), disamping penyelidikan – penyelidikan utama, seperti: Grijzen, H.J. (mededeelingen Omret Beloe of midden Timor. V.B.G., Batavia, vol.54, Bag.III) dan vrok lege. B.A. (1953) : Ethnogogihie der Belu in zentral Timor, Leiden, dalam 3 jilid. Dalam menyelidiki Suku Belu mereka dari pandangan yang hampir serupa. Demikian seperti :
1.      Heijmering G. (Geschiedenis van Timor, 1847, vol. 9, bagian III, pg. 1 – 62 dan 121 -232), dan veth, P.j. (Het eiland Timor, De Gids, Amsterdam, Vol.19. Bgn. I, pg. 545 – 611 dan 695 – 737 : bgn. 55 – 100), dalam tahun 1985”, dan juga Bastian A. (1885 – Timor Und Umliegende Inseln. in Indonesian oder die inseln des Malayischen Archipels, Berlin, Lieferung 2, pg. 1 -31). ketiga penyelidik itu berpendapat bahwa, bahwa ada perbedaan yang nyata antara suku Belu dan suku asli Timor : susku Atoni. menurut mereka suku Atoni lebih mirip dengan orang Papua, sedang suku Belu punya kesamaan yang besar dengan penduduk di bagian barat indonesia.
2.      Menurut pandangan-pandangan antopolog modern : Timor serta pulau-pulaunya adalah suatu daerah peralihan di mana bertemu dan saling pengaruh antara komponen ras Melayu Indonesia denganras Melanesia (in sensu lago). Agaknya suku marae dan kemak menunjukkan elmen Melanesia yang lebih tua, dari pada suku Belu dan Sabu Rote yang baru masuk kemudian di Timor. Suku Belu dan Rote nyatanya memiliki tempat tinggi yang paling tampan, ditanah rata sepanjang pantai dan terus ke pedalaman, namun di sepanjang lembah sungai lalu sepanjang jalan. Antropolog-antropolog sependapat bahwa unsur Melanesia nampak sangat kuat pada penduduk asli Timor : suku Atoni di Dawan (orang pegunungan yang jumlahnya kira-kira 300.000 penduduk mendiami daerah-daerah pegunungan Timor Indonesia. Tokoh badan mereka agak berlainan dengan tetangga-tetangganya: suku Belu-Sabu-Rote dan Kemak Marae. Mereka agak pendek dengan bentuk tengkorak Brachichepel (tengkorak pendek) dengan warna kulitnya coklat kehitam-hitaman, rambutnya keriting, sangat mirip orang-orang papua. (cf. ormeling, F.J. Dr. The Timor problem, 1957 hal. 66-67).
3.      Menurut penyelidikan Biljmer, H.J.T. (outlines of Antropology of the Timor Archipelago, Weltevreden-Batavia, 1929, pg. 92-92-95—97-99), bahwa pada individu-individu suku bangsa Belu nampak ciri-ciri ras Negroit secara berdampingan atau campur baur. Sedangkan pda suku Atoni (dawan) nampak ciri-ciri Melanesoit dan Australoid. Dia berkesan bahwa pada suku Atoni ia tidak rasa lagi bahwa ia di antara orang Melayu. Mereka merupakan kesatuan. Dia menyelidiki juga suku Manggarai dan mendapatkan adanya ciri khas tipe semitis pada mereka. Pada suku Ngada terdapat tipe Melanesoid. Pada suku Adonara (dan Flotim) ada tipe semitis, Negroid dan Papua. Demikian Biljmer.
4.      Menurut nona Keers W. (an Antropological Survey of the estern litllesunda island Mededeelingen no. 74 diterbitkan oleh Koninklijke verehining indisch institut, Amsterdamtahn 1948) bahwa ciri-ciri Melanesia agaknya tersebar dibanyak tempat di Timor. Tetapi yang dianggapnya utama ialah apa yang dinamakan proto Melayu yang besar pengaruh di Timor. Tapi yang dianggapnya utama ialah apa yang dinamakan Elemen proto Melayu, yang bear di Timor, dan rasini yang membentuk penduduk sekarang juga. Inilah juga pendapat Biljmer (1929) dan Lamres (1948) yang memastikan bahwa unsur Melayu yang lebih muda benar-benar terdapat di daerah Belu selain unsur Melanesia.
5.      Mengenai suku Marae dan Kemak, yang ada di Belu Menurut Grijzen (1904) kira-kira mereka sudah tinggal lama di Belu.
6.      Menurut Nona Keers (1948) susku Marae Kemak, yang ada di Belu berbeda dengan suku Melayu Indonesia karena frekwensi yang tinggi dan tengkorak kepala yang berbentuk Delichecephalik (tengkorak lonjong) dan tokoh badan yang jauh lebih tinggi.
7.      Menurut Capel (1944) bahwa Buna(bahasa Marae) mirip sekali dengan bahas-bahasa papua. Sedang menurut Nona Keers 91948) susku Kemak punya pertalian erat dengan suku Marae. Bahasanya mirip sekali dengan bahasa Buna (caell 1944).
8.      Mengenai suku Rote-Sabu seperti telah di katakan tadi seasal dengan suku Belu. Mereka datang berkelompok-kelompok, lain turut Flores lainya lagi via Timor. Tanah asalnya pulau Seram (?) menurut ten Kate (1849) bahasa dan kebudayaan Rote sama dengan Belu. Hanya Rote mempunyai unsur Melayu lebih kuat.
9.      Terra (1953) punya anggapan bahwa yang mula-mula punya usaha sawah dan ladang ialah suku Belu.
10.  Dalam ENCHIKLOPEDIA VAN NEDERLANDS OOST INDIE IV LEIDEN, 1921 pda halaman 323, dibahas juga tentang penduduk dari Malaka melalui Sulawesi-Flores (larantuka) terus ke Timor. Juga tentang adat-istiadat Belu dan keadaandaerahnya.
11.  H.K.J. Cowan (1963) menyelidiki, bahwa bahasa Buna termasuk salah  satu bahasa Irian Barat. Diantara lain menyebut beberapa kata seperti (n) iri, su, batohul, bi, pana, per, nei, ei, yang mirip betul dengan kata-kata dalam bahasa Irian Barat. (cf. Eydarg. T.,1. en volk, jgr. 1963, pg 387 - 400) sedang Louis Berthe (1959) dalam penyelidikannya di Lamaknen mendapat kepastian juga bahwa dalam bahasa Buna terdapat kata-kata yang mirip dengan kata-kata Melayu purba (Deutero Melayu).  (cf. Eydarg. T.,1. en volk, 1959, pg 336 dan seterusnya).
12.  Abdul Hakim (1961),  juga memuat karangannya tentang Timor, di dalamnya dituliskan tentang apa yang di dengarnya sendiri mengenai asal-usul orang Belu yang datang dari Malaka dan adat istiadatnya di Timor, di Belu khususnya.

LIKURAI, TARIAN SANG PENAKLUK DARI PULAU TIMOR





Sobat netter pernah dengar ga? tarian Llikurai! Tarian Likurai merupakan salah satu tarian tradisional dari pulau timor. Kebanyakkan orang bilang pulau timor adalah pulau gersang yang miskin sumber air dan ditaburi begitu banyak bukit berbatu ketimbang lahan subur untuk digarap. Terlepas dari itu semua. Pulau Timor memiliki banyak kekayaan yang terkandung dalam seni budaya, adat istiadat serta asal usul antropologi manusianya yang apabila diusut akan semakin kusut. Hal ini yang membuat banyak warga asing untuk mengeksplorasi ketimbang para pribumi yang tidak menyadari nilai dalam nafas mereka sendiri.

Tarian Likurai merupakan salah satu tarian tertua yang ditarikan sebagian besar penduduk di pulau Timor (Timor Indonesia maupun Timor Leste). Likurai merupakan tarian yang di dendangkan. Pada jaman dahulu tarian Likurai dilakukan oleh para wanita untuk menyambut para prajurit yang pulang dari peperangan.

Likurai berasal dari dua suku kata. Liku yang berarti menguasai dan Rai yang berarti tanah. Jadi tarian ini berarti “ menguasai bumi”. kata ini berasal dari klan Tetun yang paling dominan di pulau Timor. Namun demikian tarian ini juga ditarikan oleh klan-klan lain dan menamainya menurut bahasa mereka sendiri. Klan Buna menyebutnya  Teberai, klan Kemak menyebutnya Dudubau serta klan Tetun selatan menyebutnya Taes Bibliku. Apapun sebutannya, tarian ini tetap merepresentasikan satu hal. Yaitu ”penghormatan bagi mereka yang menguasai bumi”.

Tarian ini ditarikan oleh sekelompok perempuan sambil menabuh tibar (gendang) yang diselipkan di ketiak mereka. Para penari ini akan membentuk dua barisan dan di depan tiap barisan berdiri dua orang pria yang memakai giring-giring kaki sambil membawa kelewang (pedang). Dahulu, para penari pria diwajibkan untuk memakai tais (kain) untuk kaum pria dan sarung untuk penari perempuan yang kesemuanya harus ditenun dari bahan-bahan alam dan bukan olahan pabrik. Para penari perempuan yang ada di barisan paling depan harus berasal dari kaum keluarga raja/bangsawan. Namun seiring berputarnya jaman, para penari kini telah memakai pakaian olahan pabrik, seperti kemeja dan kebaya. Dalam barisan para penari pun tidak ada lagi perempuan yang berasal dari kaum bangsawan.

Tarian ini diawali dengan tabuhan tibar salah seorang penari dan disusul oleh penari lain. Ketika kekompakan irama telah dicapai maka mereka mulai meliuk-liukkan tubuh ke kiri dan kekanan, terkadang sambil berjongkok dan membentuk formasi tertentu. Para penari pria akan menghentakkan giring-giring kaki mereka sambil mengacungkan kelewang di tangan. Mereka pun mulai berpantun dan mendendangkan syair-sayair kemenangan diselingi pekik-pekik peperangan. Tabuhan tibar ini kian lama akan kian cepat dan keras, begitu pula dengan gerak tubuh para penari. Terkadang para penari ini akan serempak berhenti bergerak sehingga menimbulkan keheningan yang spontan. Secara umum tarian ini tampak cantik, enerjik serta mampu membangkitkan bulu kuduk. Meski memakai alat musik yang sama, namun setiap klan memiliki iramanya sendiri-sendiri sehingga kita mampu mengenali klan mana yang tengah menari tanpa harus melihat.

Tibar, alat musik yang dominan dipakai dalam tarian ini bentuknya menyerupai tifa namun lebih lonjong dan ramping.

Jika sempat berkunjung ke Timor, jangan berharap bisa menyaksikan tarian ini dengan mudah kecuali anda datang sebagai tokoh masyarakat. Likurai kini beralih fungsi sebagai tarian selamat datang semata dan posisinya kian bergeser. Dahulu tarian ini selalu dipentaskan saat HUT RI sampai ketingkat pusat serta dipentaskan dalam upacara-upacara adat/keagamaan. Likurai juga ditampilkan sebagai tarian pembuka sebelum acara dansa ala barat dimulai dalam pesta pernikahan rakyat. Tetapi kini di kota-kota besar Timor, terutama di tempat asalnya Belu, ia bahkan tidak termasuk dalam kurikulum pendidikan sebagai mata pelajaran ekstrakurikuler bagi anak-anak yang menjadi penerus tradisi. Jumlah para penari pun kian berkurang. Lebih banyak kaum ibu yang menarikannya ketimbang para gadis. Entah karena malu atau latah dengan globalisasi, para anak muda lebih menyukai hal-hal berbau urban culture ketimbang tradisi sendiri. Memang nasib Likurai belum sesekarat saudaranya “sasando” dari pulau rote yang baru mendapat nafas buatan dari pihak Pemda setelah kurang lebih sepuluh orang di Indonesia yang menguasai alat musik ini. Namun apabila tabuhan tibar kian terpojok hingga ke pelosok, pastilah ajal Likurai akan sampai di tangan si empunya sendiri.

Menyelamatkan Likurai harus diawali dengan kesadaran sang empunya sendiri. Bahwa tarian ini bukan sekedar ikon, tetapi suatu identitas diri yang menyatakan keberadaaan akar suatu klan di tengah beragamnya budaya Indonesia. SETUJU!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!



Senin, 21 Juli 2014

AKU INGIN MATI, AKU BOSAN DENGAN HIDUP INI







Seorang pria setengah baya mendatangi salah satu dokter langganannya, “Dokter, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati.”

Sang Dokter pun tersenyum, “Oh, kamu sakit.”

“Tidak Dokter, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati.”

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Dokter meneruskan, “Kamu sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, ‘Alergi Hidup’. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan.” Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. “Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku.” demikian ujar sang Dokter.

“Tidak Dokter, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup.” pria itu menolak tawaran sang Dokter.

“Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?”

“Ya, memang saya sudah bosan hidup.”

Setelah berpikir sejenak sang dokter masuk ke ruang pribadinya, kemudian keluar dengan membawa 3 botol berisi cairan khusus. Ambillah 3 buah botol ini. Diminum setiap hari satu botol mulai sore ini. 3 hari lagi kamu akan mati dengan sangat tenang.”

Giliran dia menjadi bingung. Dokter lain yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang satu ini aneh. Ia bahkan menawarinya racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati karena keinginanya untuk mati sudah bulat.

Pulanglah ia ke rumah. Ia langsung menghabiskan 2 botol yang disebut "racun" oleh dokter tersebut. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana ia tidak pernah rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai. Tinggal 3 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah “pikirnya dalam hati”.

Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran dengan nuansa romantis. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasana penuh kekeluargaan.

Sebelum tidur, ia mencium kening istrinya dan membisiki di kupingnya, “Sayang, aku mencintaimu.” Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis.

Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang ke rumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk ke dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sang istripun merasa aneh sekali, “Mas, apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, mas.”

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, “Hari ini, Bos kita kok aneh ya?” Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.

Pulang ke rumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, “Mas, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu.” Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, “Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu stres karena perilaku kami semua.” Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah.

Ia ingin membatalkan niatnya untuk bunuh diri. Tapi bagaimana dengan 2 botol racun yang sudah ia minum, sore sebelumnya? ” Ya Tuhan, apakah maut akan datang kepadaku. Tundalah kematian itu ya Tuhan. Aku takut sekali jika aku harus meninggalkan dunia ini.”

Ia pun buru-buru mendatangi sang dokter yang telah memberi 3 botol racun kepadanya. Sesampainya di rumah sang dokter tersebut, pria itu langsung mengatakan bahwa ia akan membatalkan kematiannya. Karena ia takut sekali jika ia harus kembali kehilangan semua hal yang telah membuat dia menjadi hidup kembali.

Melihat wajah pria itu, rupanya sang Dokter langsung mengetahui apa yang telah terjadi, sang Dokter pun berkata “Buang saja sisa 1 botol racun itu. Isinya hanya air putih biasa. Kau sudah sembuh, Apa bila kita hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemput kita kapan saja, dan dimana saja, maka kita akan menikmati setiap detik kehidupan kita. "Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu."

"Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan pernah jenuh, tidak akan pernah bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan.”

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami sang dokter, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya.


--------------
Apakah Anda pernah merasa pernah bosan dengan kehidupan Anda?
--------------

Dari status seorang sahabat